Rabu, 27 November 2019


Pengaruh Beriman Kepada Qadar

1. Bersandar kepada Allah SWT. ketika mengerjakan sebab-sebab, tidak bersandar kepada sebab itu sendiri, karena segala sesuatu terjadi karena ketentuan  Allah SWT.
2. Agar seseorang bersyukur kepada Allah SWT.  dan tidak  mengagumi dirinya ketika tercapai apa yang dicita-citakan.  Karena tercapainya cita-cita merupakan nikmat dari  Allah SWT, karena Allah telah menentukan  sebab–sebab keberhasilan untuknya. Dan mengagumi dirinya akan dapat melupakan syukur kepada nikmat ini.
3. Bersabar dan tenang serta tidak gelisah ketika mendapatkan musibah atau tidak berhasil mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan, .karena dia tahu bahwa hal itu sudah ditentukan  Allah SWT.       Firman Allah :
  مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
Tidak suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah ditulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya . Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan oleh–Nya kepadamu.dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.  ( QS. Al-Hadid/57 :22-23 ).
   
Nabi Muhammad saw. bersabda :     
عَجَبًا ِلأَمْرِ المْؤُمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ ، وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ .
          “Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu. Perkaranya semua baik, dan itu tidak ada pada seorangpun selain orang mukmin. Jika mendapatkan kegembiraan bersyukur, itu baik baginya. Dan jika ditimpa kesusahan bersabar, itupun baik baginya “.    (HR. Muslim ).
4. Memiliki daya dorong yang kuat untuk melakukan amal shaleh dan kesiapan yang penuh untuk melakukan hal-hal yang sulit dengan penuh keteguhan hati dan tekad yang bulat serta tsiqah (percaya) kepada Allah. Hal ini karena seorang mukmin yakin bahwa seseorang tidak akan ditimpa sesuatu apapun kecuali yang telah ditentukan Allah. Firman Allah  :
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah : Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan  oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal . (QS. At-Taubah/9 : 51)
    
Sabda Rasulullah saw. :
وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَ اللهُ لَكَ ، وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ الاَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ . (رواه الترمذى وقال حسن صحيح )
Ketahuilah jika semua umat sepakat untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamau kecuali sesuai dengan yang telah ditentukan Allah untukmu. Dan jika mereka sepakat untuk memberikan madarat (bahaya) kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa memberikan madarat kepadamu kecuali sesuai dengan yang telah ditentukan Allah terhadapmu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering “. ( HR. Tirmidzi, dan ia berkata : hadits ini hasan shahih ).  



(والله أعلم بالصواب)





Golongan Yang Menyimpang Dalam Masalah Qadar


Dalam masalah qadar  ada dua golongan yang menyimpang :
1. Golongan Jabariyyah, yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia itu terpaksa atas perbuatannya, tidak punya iradah (kemauan) dan qudrah (kemampuan).
Pendapat golongan Jabariyyah ini dapat dijawab  dengan menggunakan dalil syara’dan kenyataan :
    a. Adapun dalil syara’,  Allah  SWT. telah menetapkan kehendak kepada hamba-Nya   serta menggatungkan perbuatan kepada-Nya juga. Firman-Nya :
مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ
“…Di antara kamu ada yang menghendaki dunia dan ada pula yang menghendaki akhirat …” (QS. Ali Imran/3 : 152 )
  وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا
“Dan katakanlah : Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barang siapa yang   (ingin) beriman hendaklah beriman.dan barang siapa yang ingin (kafir ) biarlah kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka yang gejolaknya mengepung mereka…”.( QS. Al-Kahfi : 29).
          Baca juga : QS. Fushshilat/41 : 46).

     b. Secara kenyataan bahwa manusia mengetahui perbedaan antara perbuatan-perbuatan yang ikhtiyariy (dapat diupayakan) yang di kerjakan dengan kehendaknya, seperti makan, minum, dan jual beli, dan yang di luar kehendak nya seperti gemetar karena demam, dan jatuh dari atas. Pada yang pertama ini ia dapat mengerjakan dan memilih dengan kemauan nya tanpa ada paksaan. Sedangkan yang kedua dia tidak dapat memilih juga tidak di kehendaki terjadinya.

2. Golongan Qadariyah, yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia dalam perbuatannya di tentukan oleh kemauan serta kemampuannya sendiri, kehendak serta takdir Allah Swt tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Pendapat golongan Qadariyah ini, juga dapat dijawab  dengan syara’ dan akal :
    a. Adapun dalil syara’ maka Allah SWT. Pencipta segala sesuatu, dan segala sesuatu terjadi dengan kehendak-Nya. Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa perbuatan makhluk-Nya terjadi dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman-Nya :
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
…Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidak berbunuh-bunuhan orang-orang ( yang   datang ) sesudah Rasul-Rosul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kapir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya”. (QS.  Al-Baqarah : 253).

        Baca juga :  QS. As-Sajdah/32 : 13 .

    b. Adapun menurut akal, bahwa alam semesta ini adalah milik dan berada dalam kekuasaan Allah. Dan manusia, sebagai bagian dari alam semesta tidak mungkin dapat berbuat dalam kekuasaan Si Penguasa kecuali dengan seizin-Nya dan kehendak-Nya.



(والله أعلم بالصواب)



Berargumentasi Dengan Qadar
(Oleh :H. Asnin Syafiddin, Lc. MA)

Imam kepada qadar tidak berarti memberi alasan untuk meninggalkan kewajiban atau untuk mengerjakan maksiat. Kalau itu dibuat alasan, maka alasan itu jelas salah ditinjau dari beberapa segi :
1. Firman Allah SWT.  :
سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ
Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun." demikian pulalah orang-orang sebelum mereka Telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: "Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada kami?" kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta. (QS. Al-An’am/6 : 148).
Kalau alasan mereka dengan takdir itu dibenarkan, Allah SWT tentu tidak akan menjatuhkan siksa-Nya.

2. Firman–Nya :
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka yang kami utus) sebagai rasul-rasul pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. An-Nisa’/4 : 165)
              Kalau takdir dapat dibuat alasan bagi orang-orang yang salah, Allah SWT tidak
menafikkan dengan diutsnya para rasul, karena menyalahi sesuatu setelah terutusnya para
rasul jatuh pada takdir Allah juga.
3.           Hadits yang diriwayatkan  Bukhari dan Muslim, dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi saw. bersabda :
مَا مِنْكُمْ مِنْ اَحَدٍ إِلاَّ قَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ أَوْ مِنَ الْجَنَّةِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ ، اَلاَ نَتَّكِلُ يَارَسُوْلَ اللهِ ؟    قَالَ : لاَ اِعْمَلُوْا كُلٌّ مُيَسَّرٌ، ثُمَّ قَرَأَ " فَاَمَّا مَنْ اَعْطَى وَاتَّقَى"
            “ Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk{bagi]nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) dariku; sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama “. “Setiap diri kalian telah ditulis (ditetapkan) tempatnya di surga atau di neraka. Ada seorang dari sahabat bertanya, “Mengapa kita tidak (pasrah) saja, Wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Tidak. Berbuatlah karena masing-masing akan dimudahkan”. Lalu Beliau membacakan surat Al-Lail ayat 4-7:
اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى ، فَاَمَّامَنْ اَعْطَى وَاتَّقَى ، وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى.
          Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. (QS. Al-Lail :   4-7)
              Jadi, Nabi SAW memerintahkan untuk berbuat serta melarang menyerah pada takdir.
4. Allah SWT memerintahkan serta melarang sesuatu pada hamba-Nya, namun tidak menuntutnya kecuali yang mampu dikerjakannya. Allah berfirman :  
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
 “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS. At-Taghabun/64 : 16) 
Baca juga : QS. Al-Baqarah/2 : 286.
Kalau manusia dipaksakan untuk berbuat sesuatu yang tidak mungkin dikerjakannya, maka ini merupakan suatu kesalahan. Oleh karena itu, bila maksiat dilakukan karena kebodohan atau karena lupa, atau karena dipaksa, maka pelakunya tidak berdosa. Mereka dimaafkan Allah.
5. Takdir adalah rahasia yang tersembunyi, tidak dapat diketahui sebelum terjadinya takdir serta kehendak seseorang untuk mengerjakannya terlebih dahulu dari perbuatannya. Jadi, kehendak seseorang untuk mengerjakan sesuatu itu tidak berdasarkan pada pengetahuannya akan takdir Allah. Pada waktu itu habislah alasannya dengan  takdir karena tidak ada alasan bagi seseorang terhadap apa yang tidak diketahuinya.
6.  Kita melihat orang yang ingin mendapat kan urusan dunia secara layak, tidak ingin pindah kepada yang tidak layak. Apakah ia akan beralasan dengan takdir? Mengapa berpindah dari kurang menguntungkan kepada yang menguntungkan dengan alasan takdir? Bukankah dua hal itu satu? Coba perhatikan contoh di bawah ini :
             Kalau di depan seseorang ada dua jalan : pertama,  menuju ke sebuah negri yang       semuanya serba kacau,  pembunuhan, perampokan, pembantaian, kehormatan, ketakutan       dan kelaparan. Yang kedua, menuju sebuah negeri yang semuanya serba teratur, keamanan yang terkendali, kesejahteraan yang melimpah ruah , jiwa, kehormatan, dan harta benda di hormati. Jalan mana yang ia akan tempuh? Ia pasti akan menempuh jalan yang kedua yang menuju ke suatu negeri yang teratur serta aman. Tidak mungkin orang berakal menempuh jalan yang menuju ke sebuah negeri yang kacau serta menakutkan dengan alasan takdir. Mengapa urusan akhirat ia menempuh jalan yang menuju ke neraka bukan jalan yang menuju surga dengan beralasan takdir?
Contoh lain adalah seorang yang sakit disuruh meminum obat lalu meminumnya      sedangkan  hatinya menyukainya. Dan dilarang memakan makanan yang berbahaya lalu            meninggalkannya semetara hatinya menyukainya. Semua itu dimaksudkan mencari                pengobatan serta kesehatan. Orang yang sakit itu mungkin enggan minum obat atau             melanggar memakan makanan yang berbahaya dengan alasan menyerah pada takdir.         Bagaimana seseorang meninggalkan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya atau melakukan larangan Allah dan Rasul-Nya dengan beralasan pada takdir?
7.  Orang yang meninggalkan kewajiban serta melanggar kemaksiatan dengan alasan takdir itu seandainya dianiaya oleh seseorang, dirampas hartanya dan dirusak kehormatannya dengan beralasan pada takdir dan mengatakan: Anda jangan menyalahkan saya, karena kelaliman saya, ini adalah takdir Allah, alasannya itu tidak akan diterima. Bagaimana seseorang tidak mau menerima alasan orang lain dengan takdir dalam penganiayaannya terhadap orang lain, lalu ia sendiri beralasan dengan takdir terhadap kelalimannya dalam hak AllahSWT ? Diriwayatkan pada Amirul Mukminin Umar bin Khatab ra menerima seorang pencuri yang berhak dipotong tangannya. Beliau memerintahkan agar dipotong tangannya. Pencuri berkata: Tunggu dulu  Amirul Mukminin, aku mencuri ini hanya karena takdir Allah.Umarpun tidak kalah menjawab: Demikian kami memotong tanganmu hanya karena takdir Allah SWT.

(والله أعلم بالصواب)



Do’a dan Qadar

Do’a adalah merupakan sebab mendapatkan manfaat dan menolak madarat, sama dengan sebab (usaha) yang lain seperti tawakkal dan sedekah. Kemudian sekalipun sebagai sebab, ia masuk di dalam qadar, bukan di luar qadar. Karena do’a termasuk qadar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Allah swt Maha Mengetahui segala sesuatu, telah menentukan segala sesuatu, tidak ada sesuatu apapun yang keluar dari ketentuannya. Oleh karena itu do’a itu sendiri masuk  pada qadar. Apabila Allah telah menentukan do’a dan bahwa do’a itu sebagai sebab sesuatu, maka seseorang pasti berdo’a dan melakukan sesuatu yang dijadikan sebab oleh Allah. Doa merupakan sebab untuk mendapatkan manfaat dan untuk menolak bencana. Jika doa itu lebih kuat dari pada sebab bencana, maka doa akan dapat menolak bencana itu. Tapi jika sebab bencana itu  lebih kuat dari pada doa, maka doa itu tidak bisa menolaknya, akan tetapi bisa mengurangi atau meringankannya. Tidak ada sesuatu sebab pun yang lebih bermanfaat dan lebih menyampaikan pada yang diminta selain doa. Oleh karena itu, ketika sebab-sebab keburukan sudah terjadi, Rasulullah saw memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang dengan izin Allah dapat menolak sebab-sebab itu seperti shalat, doa, dzikir, istighfar, taubat, dan sedekah. Sebab amal-amal shaleh ini dapat menghalangi keburukan yang sebabnya telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam hadits :
« لا يغني حذر من قدر ، والدعاء ينفع مما نزل ، وما لم ينزل ، وإن الدعاء ليلقى البلاء ، فيعتلجان إلى يوم القيامة »
 “Kehati-hatian tidak bermanfaat karena sudah ditakdirkan, doa bermanfaat pada sesuatu yang sudah terjadidan belum terjadi, dan sesunguhnya doa bertemu dengan bencana, lalu keduanya berkelahi sampai hari kiamat”. (HR. Thabrani)
Hal ini seperti ada musuh datang, maka ia ditolak dengan doa, amal sosial, dan jihad. Kalau kedinginan menyerang, ia ditolak dengan kehangatan, amal shaleh, dan doa. Dalil tertolaknya  musuh dengan doa dan jihad adalah sabda Rasulullah saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash :
«هل تُنصَرون وتُرزَقون إِلا بضعفائكم؟». أَخرجه البخاري.
“Kalian tidak ditolong dan diberikan rezeki kecuali lantaran orang-orang lemah di antara kalian”. (HR. Bkhari)
Dan dalam riwayat Nasa’i :
« إِنما ينصُر الله هذه الأمةَ بضعيفها : بدعوتِهم، وصلاتِهم ، وإِخلاصهم»
“Sesungguhnya Allah memberikan pertolongan pada umat ini lantaran orang lemahnya : melalui doa, shalat, dan keikhlasan mereka”.
Kesimpulannya adalah bahwa di antara qadar adalah menolak bencana dengan doa, jadi doa masuk di bawah qadha, bukan di luarnya.
Di antara dalil bahwa doa berpengaruh adalah :
Firman Allah :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina".(QS. Ghafir : 60)
Firman Allah tentang Nabi Nuh as :
وَنُوحًا إِذْ نَادَى مِن قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ * وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami telah menolongnya dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat Kami Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat, maka Kami tenggelamkan mereka semuanya. (QS. Al-Anbiya’ : 76-77)
Baca juga tentang Nabi Ayyub (QS. 21:83-84), Nabi Yunus (QS. 21:87-88), Nabi Zakaria (QS. 21:89-90), Nabi Musa (QS. 10:88-89)
Itu beberapa dalil al-Qur’an. Adapun dalil hadits, juga banyak, di antaranya :
Anas bin Malik berkata, "Masyarakat ditimpa tahun paceklik pada masa Nabi. Ketika Nabi sedang berkhutbah (di atas mimbar) dengan berdiri pada hari Jumat, seorang kampung (dari suku Badui) berdiri (dalam satu riwayat: masuk) dari pintu yang menghadap mimbar ke arah Darul Qadha', dan Rasulullah sedang berdiri. Kemudian dia menghadap Rasulullah (sambil berdiri), lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, harta benda binasa dan keluarga kelaparan (dalam satu riwayat: binasa, kuda-kuda binasa, dan kambing-kambing binasa, ternak-ternak binasa dan jalan-jalan terputus), maka berdoalah kepada Allah untuk kami agar Dia menurunkan hujan.' Lalu beliau mengangkat kedua tangan beliau untuk berdoa sehingga saya lihat putih ketiaknya Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Orang-orang pun mengangkat tangan mereka berdoa bersama beliau (Anas tidak menyebutkan bahwa Rasulullah membalik selendangnya dan tidak menyebutkan bahwa beliau menghadap ke arah kiblat). Demi Allah, kami tidak melihat segumpal awan pun di langit. Juga tidak melihat sesuatu pun, padahal antara kami dengan pohon tidak terdapat rumah atau bangunan yang tinggi). (Dalam satu riwayat Anas berkata, "Dan sungguh langit seperti kaca.") Lalu dari baliknya muncul awan seperti perisai. Ketika sampai ke tengah-tengah langit, lalu awan itu mengembang, kemudian turun hujan. Demi Zat yang jiwa saya di tangan-Nya (di bawah kekuasan-Nya), beliau tidak meletakkan kedua tangan beliau sehingga awan bergerak seperti gunung. Kemudian beliau tidak turun dari mimbar sehingga saya melihat air hujan mengalir pada jenggot beliau. (Dan dalam satu riwayat: maka bertiuplah angin dengan membawa awan. Kemudian awan itu berkumpul, lalu langit mengembangkan awan yang tidak membawa hujan. Nabi turun dari mimbar, lalu mengerjakan shalat). Lalu kami keluar sambil mencebur ke air hingga kami tiba di rumah. (Dalam satu riwayat: sehingga hampir-hampir seseorang tidak dapat sampai ke rumahnya). Maka, kami dituruni hujan pada hari itu, esoknya, esok lusa, dan hari hari berikut nya sampai hari Jumat yang lain tanpa henti. Sehingga, aliran-aliran kota Madinah penuh dialiri air. (Dan dalam satu riwayat: Maka demi Allah, kami tidak melihat matahari selama enam hari). Orang kampung itu atau lainnya berdiri (dalam satu riwayat: masuklah seorang laki laki dari pintu itu pada hari Jumat berikutnya. Ketika itu Rasulullah sedang berdiri berkhutbah, lalu orang itu menghadap beliau sambil berdiri), kemudian dia berkata, 'Wahai Rasulullah, bangunan-bangunan roboh (dalam satu riwayat: rumah-rumah roboh, jalan-jalan terputus, dan binatang-binatang ternak binasa, para musafir tidak dapat bepergian, jalan terhalang) dan harta benda terbenam, maka berdoalah kepada Allah agar menahan hujan itu untuk kami.' Lalu beliau tersenyum, kemudian mengangkat kedua tangan beliau dan berdoa, Ya Allah, (hujanilah) sekeliling kami, namun jangan atas kami. Ya Allah, turunkanlah hujan di atas puncak-puncak gunung dan dataran tinggi, di perut-perut lembah dan tempat-tempat turnbuhnya tumbuh-tumbuhan. Beliau tidak menunjukkan kedua tangan beliau ke suatu awan kecuali terbelah seperti lubang bulat yang luas. (Dalam satu riwayat: Saya lihat awan menyingkir di sekitar Madinah ke kanan dan ke kiri seperti kumpulan kambing). (Dan dalam riwayat lain: lalu awan terbelah dari Madinah seperti terbelahnya kain). Diturunkan hujan di sekeliling kami, tetapi tidak diturunkan sedikit pun di dalam kota Madinah. Sehingga, kami dapat keluar dan berjalan di bawah sinar matahari. Allah menampakkan kepada mereka karamah Nabi-Nya saw. dan mengabulkan doanya. Lembah Qanah mengalir selama sebulan. Tidak ada seorang pun dari suatu daerah kecuali ia menceritakan hujan lebat."


(والله أعلم بالصواب)



Beriman Kepada Qadar Dan Ikhtiar
(Oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)


Iman kepada qadar sebagaimana telah diterangkan di atas tidak menafikan bahwa manusia mempunyai kehendak (iradah) dan kemampuan (qudrah) dalam berbagai perbuatan yang sifatnya ikhtiyari (bisa diusahakan/dilakukan manusia). Syara’ dan kenyataan (realita) menunjukan ketetapan hal itu.   
1. Secara syara’,   Allah berfirman tentang kehendak manusia :
فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ مَآبًا
“…Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada
Robbnya”. ( QS. An-Naba’ : 39).
Baca juga : QS. Al-Baqarah/2  : 223.
Allah juga berfirman tentang kemampuan manusia :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. (QS. At-Taghabun/64 :16).
Baca juga : QS. Al-Baqarah : 286 .

2.   Secara kenyataan, manusia mengetahui bahwa dirinya mempunyai kehendak dan kemampuan yang menyebabkannya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Dia juga dapat membedakan antara kemauannya ( seperti berjalan), dan yang  bukan kehendaknya (seperti gemetar). Kehendak serta kemampuan seseorang  itu akan terjadi dengan masyi’ah (kehendak) serta qudrah (kemampuan) Allah SWT, seperti dalam        firman-Nya :
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ (28) وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (29)
(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu   tidak    dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah,  robb    semesta alam. (QS. At-Takwir/81 : 28-29)
Karena manusia mempunyai kehendak dan kemampuan untuk berusaha dalam berbagai perbuatan yang sifatnya ikhtiyari, maka manusia diperintahkan untuk menempuh jalan (usaha) sambil bertawakkal kepada Allah swt. Hasil usaha itu tergantung pada izin Allah, karena di di tangan-Nyalah kerajaan segala sesuatu. Yang telah menciptakan jalan, adalah juga yang menciptakan hasil.
Misalnya, bila seseorang menginginkan keturunan yang saleh, maka ia harus menempuh jalan untuk itu, yakni pernikahan yang syar’i (sesuai dengan syari’at). Akan tetapi pernikahan itu mungkin membuahkan dan mungkin pula tidak mendatangkan hasil, tergantung kemauan dan kehendak Allah swt Yang Maha Gagah, Maha Bijaksana, Maha Lembut, dan Maha Mengetahui.
Firman Allah :
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (49) أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (50)
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Asy-Syura’ : 49-50)
Oleh karena itu, haram hukumnya bila seorang muslim meninggalkan usaha. Jika seseorang tidak berusaha untuk mencari rezeki maka dia berdosa, walaupun benar bahwa rezeki itu berada di tangan Allah. Sebab usaha yang disyari’atkan adalah bagian dari qadar itu sendiri. Rasulullah saw menjelaskan bahwa membaca jampi, berobat, dan kehati-hatian  adalah bagian dari qadar itu sendiri. Beliau ditanya :
أَرَأَيْتَ رُقًى نَسْتَرْقِيهَا وَدَوَاءً نَتَدَاوَى بِهِ وَتُقَاةً نَتَّقِيهَا هَلْ تَرُدُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ شَيْئًا قَالَ هِيَ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ
“Bagaimana dengan ruqyah (jampi) yang kami lakukan, dan obat-obatan yang kami gunakan, kehati-hatian, apakah hal itu dapat menolak qadar Allah? Rasululah saw menjawab : “Itu semua termasuk qadar Allah”. (HR. Tirmidzi. Ia berkata : Hadits hasan shahih)
Memandang sebab (usaha) sebagai satu-satunya pembuat akibat (hasil) adalah syirik, karena tidak mengakui kekuasaan Allah. Sedangkan menampik sebab adalah cacat akal. Dan berpaling dari usaha-usaha yang diperintahkan adalah cacat dalam pelaksanaan syari’at.
Karenanya bagi yang sakit misalnya, Rasulullah saw memerintahkan berobat. Dalam hadits disebutkan :
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ ، كَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرُ ، فَسَلَّمْتُ ثُمَّ قَعَدْتُ ، فَجَاءَ الْأَعْرَابُ مِنْ هَا هُنَا وَهَا هُنَا ، فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَتَدَاوَى؟ فَقَالَ :" تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً ، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ : الْهَرَمُ ".

Dari Usamah bin Syuraik mengatakan : “Aku datang kepada Rasulullah saw dan para sahabatnya, seolah-olah di atas kepala mereka ada burung (yakni kepala mereka tertunduk). Aku mengucapkan salam lalu duduk. Lalu datanglah orang-orang Arab gunung dari sana-sini seraya mengatakan : Ya Rasulullah, bolehkah kami berobat?”. Beliau menjawab : “Berobatlah, karena tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya, kecuali obat untuk satu hal : ketuaan.” (HR. Empat Ulama hadits. Tirmidzi mengatakan : hasan shahih).
Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan menurunkan pula obatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


(والله أعلم بالصواب)



MACAM-MACAM KEHENDAK (IRADAH) ALLAH
(oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)



Dalam pemahaman iman kepada qadar kadang-kadang timbul pertanyaan mengapa sih Allah menghendaki perbuatan buruk, mengapa tidak menghendaki semua perbuatan baik? Pertanyaan ini timbul akibat kekurang pahaman tentang kehendak (iradah) Allah. Untuk itu perlu dijelaskan macam-macam kehendak (iradah) Allah.

1.              Iradah kauniyyah (الإرادة الكونية)

Yaitu kehendak Allah yang bersifat umumyang mencakup semua makhluk, orang shaleh dan durhaka, yaitu kehendak Allah dilakukannya suatu perbuatan, baik yang dilakukan itu dicintai dan dieidhai Allah atau tidak. Maka Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Segala yang dilakukan Allah semuanya baik dan bagus. Adapun perbuatan manusia ada yang baik dan ada yang buruk. Manusia tidak bisa melakukan apa saja  yang dia kehendaki, mereka melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka dengan melaksanakan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang. Inilah yang dinamakan kebaikan bagi manusia.
Kehendak ini terkait dengan penciptaan dan merupakan konsekwensi rububiyah Allah. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Termasuk dalam kehendak ini adalah penciptaan orang yang kuat dan orang yang lemah, yang kaya dan yang miskin, mukmin dan kafir, malaikat, setan, penciptaan kebaikan dan keburukan, penciptaan kekuatan dan kelemahan, cerdas dan bodoh.
Di antara dalil iradah kauniyyah ini adalah :
Firman Allah :
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ
 Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya”. (QS. Al-An’am : 112)
Firman Allah :
وَلَوْشَاء رَبُّكَ لآمَنَ مَن فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.  (QS. Yunus : 99)
Firman Allah :
فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al-An’am : 125)
Kehendak ini menuntut terwujudnya yang dikehendaki. Terwujudnya yang dikehendaki ini bisa jadi dikehendaki zatnya, dicintai Allah, karena mengandung kebaikan seperti penciptaan para nabi dan orang shaleh, begitu juga seluruh sifat keutamaan dan kebaikan. Atau bisa jadi yang dikehendaki itu adalah sesuatu yang lain. Ini digunakan pada kekufuran, kejahatan, dan dosa. Semuanya itu tidak dikehendaki zatnya, tapi yang dikehendaki adalah sesuatu yang lain yang dicintai Allah. Allah berfirman :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum : 41).
Ini adalah dalil adanya hikmah dalam semua perbuatan dan hukum Allah. Semua perbuatan dan syari’at-Nya mempunyai hikmah dan tujuan walaupun tidak dilaksanakan oleh manusia secara optimal.

2.              Iradah syar’iyyah (الإرادة الشرعية)

Yaitu kehendak Allah pada perintah agama dan syari’at. Karena kehendak ini, Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab. Kehendak ini tidak mesti terwujudnya yang dikehendaki sekalipun dicintai Allah kecuali jika berbarengan dengan iradah kauniyyah. Iradah syar’iyyah ini merupakan dalil yang jelas bahwa Allah tidak memerintahkan, tidak menyukai, dan tidak meridhai kekufuran, kesesatan, kemaksiatan, dan dosa, sekalipun menghendaki penciptaannya. Juga merupakan dalil bahwa Allah menyukai dan meridhai semua yang berkaitan dengan perintah agama. Allah memberikan pahala kepada pelakunya, memasukkan ke dalam surga, menolong mereka dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Di antara dalil iradah syar’iyyah adalah :
Firman Allah :
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah : 185)

Firman Allah :
مَا يُرِيدُ اللّهُ  لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, (QS. Al-Maidah : 6)

Firman Allah :
وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ  الشَّهَوَاتِ أَن تَمِيلُواْ مَيْلاً عَظِيمًا
 Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). (QS. An-Nisa’ : 27)

(والله أعلم بالصواب)



MACAM-MACAM TAKDIR
(oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)



            Di  antara kandungan iman kepada qadar adalah mengimani  bahwa Allah telah menulis apa yang diketahui-Nya tentang  segala sesuatu. Termasuk dalam hal ini  adalah mengimani lima takdir, yaitu :  
Pertama, Takdir  Azali (التقدير الأزلي). Takdir yang meliputi segala sesuatu dalam lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Di saat Allah swt. memerintahkan al-qalam (pena) untuk menuliskan segala sesuatu yang terjadi dan yang belum terjadi sampai hari kiamat. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini.
1.     Firman Allah swt :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadiid : 22)
2.     Sabda Rasulullah saw :
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ِبخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ
  “ Allah telah menulis (menentukan) takdir seluruh makhluk   sebelum    menciptakan langit dan bumi 50.000 tahun. “(  HR. Muslim )
Kedua, takdir hari perjanjian (تقدير يوم الميثاق). Yaitu takdir perjanjian fitrah pertama, di mana Allah mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi" (lihat : QS. Al-A’raf : 172). Allah mentakdirkan mereka untuk mencintai, mentauhidkan, dan mengagungkan-Nya. Dengan demikian setiap orang mengakui Allah sebagai penciptanya dan cenderung untuk mentauhidkan-Nya. Yang dimaksud dengan kesaksian dalam di sini adalah fitrah manusia untuk mentauhidkan Allah. Hal ini diperkuat firman Allah dalam surat ar-Rum : 30 :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui“.
Ketiga, Takdir Umuri (التقدير العمري). Yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya ketika pembentukan air sperma (usia empat bulan) dan bersifat umum. Takdir ini mencakup rizki, ajal, kebahagiaan, dan kesengsaraan. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah saw. berikut ini.
ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ.
“…Kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintahkan untuk meniupkan ruhnya dan mencatat empat perkara: rizki, ajal, amal, sengsara, atau bahagia….” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, takdir hauli/tahunan (التقدير الحولي). Yaitu takdir yang dicatat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun. Perhatikan firman Allah berikut ini.
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhaan : 3-4)
Ahli tafsir menyebutkan bahwa pada malam itu dicatat dan ditulis semua yang akan terjadi dalam setahun, mulai dari kebaikan, keburukan, rizki, ajal, dan lain-lain yang berkaitan dengan peristiwa dan kejadian dalam setahun. Hal ini sebelumnya telah dicatat pada Lauh Mahfudz.
Kelima, Takdir Yaumi/harian (التقدير اليومي) . Yaitu takdir yang dikhususkan untuk semua peristiwa yang akan terjadi dalam satu hari, mulai dari penciptaan, rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
 “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahmaan : 29)
Takdir yaumi merupakan rincian dari takdir hauli, takdir hauli merupakan rincian dari takdir ‘umuri ketika penciptaan sperma, takdir ‘umuri merupakan rincian dari penciptaan pertama pada hari perjanjian, dan ini merupakan rincian dari takdir azali yang ditulis pada lauh mahfuzh, dan lauh mahfuzh hanya Allah yang tahu.
(والله أعلم بالصواب)