Kamis, 14 Juni 2012

Riba


PENGHAPUSAN RIBA
SEBUAH PRINSIP DALAM EKONOMI ISLAM
( Oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA )

 

I. Pendahuluan

Di antara nilai yang ditetapkan Islam dalam perekonomian adalah sikap adil. Cukuplah bagi kita bahwa al-Qur’an telah menjadikan tujuan semua risalah langit adalah melaksanakan keadilan, dan al-‘Adl (Yang Maha Adil ) adalah termasuk nama Allah. Lawan dari kata keadilan adalah kezhaliman ( al-zhulm ), yaitu sesuatu yang telah diharamkan Allah atas diri-Nya sebagaimana telah diharmkan atas hamba-hamba-Nya. Atas dasar inilah, Islam mengharamkan setiap hubungan bisnis  yang mengandung kezhaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasikan  dalam setiap hubungan dan kontrak-kontrak bisnis.[1]
Di antara fenomena keadilan yang paling menonjol dalam ekonomi Islam adalah pengharaman riba.

'Ujub dan Takabbur

‘UJUB DAN TAKABBUR
(oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)


A.    PENGERTIAN ‘UJUB DAN TAKABBUR

Menurut Bahasa kata ‘Ujb atau  I'jab bin-nafs mempunyai dua makna, yaitu :
1.    Senang, menganggap baik dan tertarik. Contoh penggunaan kata I'jab dalam arti ini adalah:
·      Ucapan orang Arab yang mengatakan: أَعْجَبَهُ اْلأَمْرُ . Arti dari ucapan ini adalah bahwa urusan ini telah menjadikannya senang dan ia tertarik kepadanya
·     Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 221: [وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
/Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik ari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu].
·     Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Maidah: 100: [قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ/Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu].
·     Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Hadid : 20 : كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ [/Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan ara petani].
2.         Bangga, memandang agung, memandang besar. Contoh penggunaan kata I'jab dalam arti seperti ini adalah sebagai berikut :
·      Pernyataan orang Arab yang mengatakan: أَعْجَبَهُ الأمْر . Arti dari pernyataan ini adalah bahwa ia berbangga dengan urusan ini, bahwa urusan ini dipandangnya sebagai sesuatu yang agung dan besar.
·      Termasuk dalam arti ini adalah saat mereka mengatakan: رَجُلٌ مُعْجِبٌ  maksudnya adalah seorang lelaki yang berbangga dengan dirinya sendiri, mengagungkan dan memandang besar dirinya, bisa jadi karena faktor kebaikan yang dimilikinya ataupun karena faktor keburukan yang ada padanya.
·      Termasuk dalam penggunaan kata I'jab dalam arti yang kedua ini adalah pada firman Allah SWT Q.S Al-Taubah : 25 [وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ /Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu].

Menurut istilah para Ulama , yang dimaksud dengan ‘Ujb atau  I'jab bin-nafs adalah : Rasa senang atau gembira dengan diri sendiri dan dengan segala hal yang keluar dari dirinya, baik berupa ucapan atau perbuatan tanpa disertai pelanggaran atau pelampauan batas terhadap orang lain, baik ucapan atau perbuatan yang menjadikannya senang itu berupa kebaikan ataupun keburukan, terpuji atau tidak terpuji.
Jika rasa senang itu disertai pelanggaran atau pelampauan hak orang lain dengan cara meremehkan dan menganggap kecil apa yang keluar dari mereka, maka hal ini dinamakan ghurur atau I'jab Berlebih
dan jika rasa senang tersebut disertai pelampauan dan pelanggaran hak orang lain dengan cara meremehkan kepribadian dan jati diri mereka serta merasa lebih tinggi atas mereka, maka hal ini dinamakan takabbur atau ghurur berlebih.





B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN UJUB DAN TAKKABUR

1.      Latar belakang awal kehidupan.
2.      Sanjungan dan pujian di hadapannya yang tidak memperhatiakan Adab Islam.
Rasulullah saw mencela sanjungan dan pujian :
عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ رَجُلًا جَعَلَ يَمْدَحُ عُثْمَانَ فَعَمِدَ الْمِقْدَادُ فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَكَانَ رَجُلًا ضَخْمًا فَجَعَلَ يَحْثُو فِي وَجْهِهِ الْحَصْبَاءَ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ مَا شَأْنُكَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ الْمَدَّاحِينَ فَاحْثُوا فِي وُجُوهِهِمْ التُّرَابَ. (رواه مسلم)
Dari Hammam bin al-Harits ra. bahwasanya ada seseorang lelaki yang sedang memuji Usman ra., lalu al-Miqdad menuju tempat orang tadi, kemudian berjongkok atas kedua lututnya –laki-laki itu besar- dan mulailah melempari orang itu dengan kerikil di mukanya. Usman lalu berkata padanya: "Mengapa engkau berbuat demikian?" Al-Miqdad menjawab: "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: "Jikalau engkau semua melihat orang-orang yang suka memuji, maka lemparkanlah tanah pada muka mereka itu." (FIR. Muslim)

Sabda beliau yang lain :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ مَدَحَ رَجُلٌ رَجُلًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَالَ وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا صَاحِبَهُ لَا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلَانًا وَاللَّهُ حَسِيبُهُ وَلَا أُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ إِنْ كَانَ يَعْلَمُ ذَاكَ كَذَا وَكَذَا (رواه مسلم)
Dari Abdur Rahman bin Abu Bakrah dari bapaknya ia berkata : Seorang laki-laki memuji  orang laki-laki lain  di sisi Nabi saw. kemudian Nabi s.a.w.bersabda: "Celaka engkau, engkau telah mematahkan leher sahabatmu, engkau telah mematahkan leher sahabatmu –hal itu diucapkan berulang kali- . Selanjutnya sabdanya lagi: "Jikalau seseorang di antara kamu  semua perlu harus memuji sahabatnya, maka hendaklah mengatakan: "Saya kira ia adalah demikian, demikian, jika ia mengetahui hal itu, dan Allah lah yang mengetahuinya (secara pasti), dan saya tidak mensucikan siapapun kepada Allah." (Muttafaq 'alaih)
3.      Berteman dengan orang yang ujub
4.      Terlena oleh nikmat dan melupakan Allah Maha Pemberi nikmat.
Firman Allah :
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS. Al-Qashshash/28:78)

Islam menegaskan bahwa nikmat itu dari Allah SWT semata. Firman Allah :
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
53. dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.(QS. An-Nahl : 53)

5.      Mendapatkan jabatan sebelum matang dan sempurna pendidikan Islamnya.
Islam menegaskan pentingnya pendidikan sebagaimana firman Allah :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122)

Firman-Nya lagi :
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
269. Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Umar bin Khattab mengatakan :
تَفَقَّهُوْا قَبْلَ أَنْ تَسُوْدُوْا
Peroleh pemahaman terlebih dahulu sebelum kalian memimpin

6.      Lalai atau jahil terhadap diri sendiri.   
Al-Qur’an mengingatkan manusia tentang asal muasalnya :
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ (7) ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (8)
Yang membuat segala sesutu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. (QS. As-Sajdah : 6-8)

7.      Merasa berasal dari keturunan bangsawan. Firman Allah :
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ
Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (QS.al-Mukminjun/23:101)
8.      Terlalu berlebihan dalam memberikan penghormatan.
Rasulullah saw melarang sahabatnya beridiri ketika beliau datang atau menyanmbut kedatangannya.
عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ قَالَ خَرَجَ مُعَاوِيَةُ عَلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ وَابْنِ عَامِرٍ فَقَامَ ابْنُ عَامِرٍ وَجَلَسَ ابْنُ الزُّبَيْرِ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ لِابْنِ عَامِرٍ اجْلِسْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ . (رواه أبو داود)
Dari Abu MaJlaz ra, ia berkata : Mu'awiyah datang pada Ibnu Zuber dan Ibnu 'Amir, lalu Ibnu 'Amir berdiri dan Ibnu Zttber duduk. Mu'awiyah berkata kepada Ibnu 'Amir : duduklah, karena saya mendengar Rasulullah saw bersabda : "Barangsiapa yalg suka orang-orang berdiri karenanya, maka silakan cari tempat duduknya di neraka". (HR.Abu Daud)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا فَقُمْنَا إِلَيْهِ فَقَالَ لَا تَقُومُوا كَمَا تَقُومُ الْأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهَا بَعْضًا .(رواه أبو داود)
Dari Abu Umamah ra, ia berkata : Rasulullah saw datangkepada kami dengao bert"lekan pada tongkat, lalu kami berdiri menghadapnya, lalu beliau bersabda : "Janganlah kamu berdiri sebagaimana orang-orang asing berdiri, saling menghormati satu sama lain". (HR. Abu Daud)
9.      Terlalu berlebihan dalam kepatuhan dan ketaatan.
Sabda Rasulullah saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ . (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw., sabdanya: "Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan mentaati (kepada pemimpinnya), baik dalam hal yang ia senangi dan yang ia benci, melainkan jika ia diperintah untuk sesuatu kemaksiatan. Maka apabila ia diperintah untuk melakukan kemaksiatan, ia tidak boleh mendengarkan dan mentaati perintahnya itu." (Muttafaq 'alaih)
10.  Lalai akan dampak yg timbul akibat membanggakan diri dan sombong.
11.  Akibat sikap tawadhu’ yang berlebihan dari orang lain.
12.  Menggunakan parameter yang salah dalam menilai kebenaran dan keutamaan pada manusia.
13.  Terlalu membanding-bandingkan nikmat yang diperolehnya dengan nikmat orang lain.
14.  Mengira nikmat itu kekal dan tidak akan lenyap.
15.  Merasa diri lebih berjasa atau lebih banyak memiliki keutamaan dibandingkan orang lain.

C.    FENOMENA UJUB DAN TAKKABUR.

1.         Menganggap diri suci. Firman Allah : [فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى/ maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An-Najm/53:32)]
2.         Sulit menerima nasihat.
3.         Senang mendengarkan cacat-cacat orang lain, terutama rekannya sendiri.
4.         Bersikap angkuh ketika berjalan, seperti mendongkakan kepala atau memalingkan muka. Firman Allah : [وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ/ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS.  Luqman/31:18)
5.        Berbuat kerusakan ketika memiliki kesempatan, menolak nasihat, dan berpaling dari kebenaran. Firman Allah : [وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ . وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ ./ Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. (QS. Al-Baqarah/2:204-205)
6.         Bicaranya (gaya dan isinya ) dibuat-buat.
Sabda Rasulullah saw. :
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِشِرَارِكُمْ فَقَالَ هُمْ الثَّرْثَارُونَ الْمُتَشَدِّقُونَ
Maukah kalian aku beritahukan orang yang paling buruk di antara kalian? Yaitu orang yang  yang banyak berbicara, yang menjuluru-julurkan lidahnya dalam berbicara . (HR. Ahmad)

7.      Memanjangkan (menjulurkan) kain sarung atau pakaiannya dengan niat sombong dan takabbur.
8.      Lebih suka jika orang lain mendekati dia dan bukan sebaliknya, atau orang lain berdiri jika menyambut kedatangannya, atau ketika dia melewati mereka.
9.      Senang tampil mendahului orang lain saat berjalan atau dalam majlis atau ketika berbicara dan lain-lain.

D.    CARA MENGATASI  ‘UJUB DAN TAKKABUR

1.         Orang tua harus menjadi contoh.
2.         Selalu mengingat hakikat jiwa manusia.
3.         Menerapkan adab-adab Islami dalam memuji, menghormati dan mentaati.
4.         Memutuskan hubungan dengan orang yang berprilaku ‘ujub dan takabbur.
5.         Senantiasa mengingat luasnya nikmat dan karunia Allah.
6.         Menunda dulu untuk menduduki posisi penting.
7.         Senantiasa menghadiri majlis ilmu.
8.         Menjenguk mereka yang sakit, tertimpa bencana, yang tengah menghadapi sakratul maut, serta melakukan ziarah kubur.
9.         Duduk bersama kaum dhu’afa, fakir miskin, orang-orang yang cacat, dan makan minum bersama mereka.
10.     Menegaskan tanggung jawab pribadi tanpa melihat factor keturunan.
11.     Senantiasa mencontoh kehidupan para ulama salaf.
12.     Memohon pertolongan Allah.
13.     Mengetahui pengaruh dan akibat yang ditimbulakn penyakit ‘ujub dan takabbur. Di antaranya :
a.       Tidak dapat menilai dan mengambil suatu pelajaran.
b.      Konsisten dengan aib dan kesalahan.
c.       Timbulnya kegelisahan dan keresahan jiwa.
d.      Dijauhi dan dibenci manusia.
e.       Terhalang dari restu Allah.
f.       Mendapat hukuman dan pembalasan Allah, cepat atau lambat.


(والله أعلم بالصواب)





Hukum Zakat


HUKUM ZAKAT
(KAJIAN TAFSIR SURAT AT-TAUBAH :  60, 103)
(oleh : H. Asnin syafiuddin, Lc. MA)


I.                   KAJIAN SURAT AT-TAUBAH : 60

A.    TEKS DAN TERJEMAH AYAT
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
B.     MAKNA MUFRADAT
  • (الصَّدَقَاتُ) : الزكوات المفروضة  = zakat-zakat wajib.
  •  (لِلْفُقَرَاءِ) : lam yang ada pada lafaz ini memberikan faidah bahwa wajib memberikan zakat kepada orang-orang fakir dan golongan yang lain.
  •   (الفقراء) : bentuk jama’ dari (الفقير) : orang yang tidak punya harta dan usaha yang dapat menutupi kebutuhannya, dari kata (الفقار/tulung punggung), seolah-olah tulang punggung orang fakir itu tertimpa musibah.
  •  (وَالْمَسَاكِينِ) : bentuk jama’ dari (المسكين) : orang yang punya harta atau usaha tapi tidak mencukupinya. Menurut pendapat lain : orang yang tidak punya harta.
  • (وَالْعامِلِينَ عَلَيْها) : orang-orang yang menghasilkan dan mengumpulkan zakat, yaitu para pemungut zakat.
  •  (وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ) : suatu kaum yang masuk islam yang niatnya belum kuat dalam islam, sehingga hatinya perlu dibujuk. Atau mereka itu adalah para bangsawan yang diharapkan dengan memperhatikan dan memberikan  harta kepada mereka orang-orang yang sederajat dengan mereka masuk Islam. Rasulullah saw telah memberikan harta kepada Uyainah bin Hishn, Aqra’ bin Habis, dan Abbas bin Maradis. Atau para bangsawan yang diharapkan masuk Islam. Atau orang-orang yang dibujuk hatinya  untuk memerangi orang-orang kafir dan orang yang enggan membayar zakat.
  • (وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ) : Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk orang-orang yang berjihad walaupun mereka kaya. Atau digunakan untuk kemaslahatan jihad dengan diberikan kepada sukarelawan dan membeli senjata. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, membangun jembatan dan lain-lain.
  •  (وَابْنِ السَّبِيلِ) : Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang perjalanannya terhenti karena kekurangan biaya.   
  •  (فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ) : sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, tidak ada seorang pun berhak mengemukakan pendapat  dalam hal ini.
C.    MUNASABAH AYAT
Ketika orang-orang munafik mencela Rasulullah saw tentang shadaqah, Allah menjelaskan kepada mereka bahwa  shadaqah itu dibagikan kepada 8 golongan. Oleh karena itu siapapun tidak punya hak mengeritik atau mencela Rasulullah saw dalam masalah shadaqah. Mereka salah dalam keritikannya, dan Rasulullah benar dalam perbuatannya. Ayat ini menghukumi sikap ambisi mereka. Turunnya ayat ini juga penting dalam menjelaskan yang benar dan adil dalam pembagian zakat. Orang-orang kaya tidak boleh memberikannnya kepada selain 8 golongan tersebut. Ayat ini juga merupakan peringatan kepada orang-orang munafik bahwa mereka tidak berhak menerima zakat.
D.    TAFSIR/PENJELASAN AYAT
(إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ) : penggunaan kata innama di sini menunjukkan bahwa zakat wajib hanya diberikan kepada 8 golongan saja, tidak kepada yang lain. Mereka tidak berhak menerima zakat.
 Yang dimaksud dengan (الصَّدَقَاتُ) adalah zakat wajib. Dalilnya adalah (ال) yang ada pada kata itu yang menunjukkan (للعهد الذكري), yaitu yang sudah diketahui dari yang sudah disebutkan pada ayat sebelumnya. Juga Allah menetapkan kepemilikan zakat kepada 8 golongan dengan lam li at-tamlik (li al-fuqara’…), yang ditetapkan kepemilikannya kepada mereka adalah zakat wajib. Juga dalam ayat disebutkan bagian bagi ‘amilin. ‘Amilin  adalah  pemungut zakat wajib, bukan shadaqah sunnah. Begitu juga shadaqah sunnah boleh diberikan kepada selain 8 golongan ini.
Imam Syafi’i mewajibkan pemberian semua zakat wajib (zakat fitrah dan zakat harta) kepada 8 golngan. Karena dalam ayat menggunakan lam at-tamlik,  menyertakan semuanya dengan waw, dan menggunakan kata innama yang punya faidah membatasi bagi 8 golngan. Tidak boleh memberikan zakat kepada kurang dari 3 orang pada setiap golongan, karena paling sedikit jama’ adalah 3 orang.
 Sedangkan menurut imam yang tiga yang lain boleh memberikannya kepada satu golongan saja, dan boleh kepada 1 orang saja dari tiap golongan menurut Abu Hanifah dan Imam Malik. Menurut mereka  ayat menujukkan untuk menyuruh memilih kepada 8 golongan.
Dalil mereka adalah firman Allah : [وَإِنْ تُخْفُوها وَتُؤْتُوهَا الْفُقَراءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ/ Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. (QS. 2:271)]. Dan hadits : [أمرت أن آخذ الصدقة من أغنيائكم، وأردها إلى فقرائكم/Saya  diperinthakan untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang fakir. (HR. Jamaah Ahli haditsdari Muadz bib jabal)]. Dalam ayat dan hadits ini hanya orang-orang fakir yang disebutkan.
Dalil boleh memberikan zakat kepada seorang saja adalah bahwa al dalam jama’ yang  dikenal dengan majaz dalam jenis, yakni jenis shadaqah untuk jenis fakir, dan jenis fakir bisa terwujud dengan satu orang, maka diberikanlah kepadanya. Al dibawa pada majaz karena sulit dibawa pada hakikat, yaitu memberikan shadaqah kepada seluruh fakir.
Rahasia pada penggunaan lam yang mengandung arti pemilikan pada 6 golongan (الفقراء والمساكين والعاملون عليها، والمؤلفة قلوبهم، والغارمون، وابن السبيل) adalah bahwa kepemilikan untuk perorangan. Sedangkan rahasia penggunaan fi pada 2 golongan (في الرقاب، وفي سبيل اللّه) adalah bahwa kepemilikan untuk lembaga, dan bahwa mereka lebih berhak dari yang disebutkan sebelumnya.
 8 golongan yang berhak menerima zakat :
1.         al-fuqara’/orang-orang fakir,
2.         al-masakin/orang-orang miskin,
3.         al-’amilin/pengurus-pengurus zakat,
4.         al-muallafah qulubuhum/para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
5.         ar-riqab/untuk (memerdekakan) budak,
6.         al-gharimin/orang-orang yang berhutang,
7.         sabilillah/untuk jalan Allah, dan
8.         Ibn as-sabil/untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
9.         (tentang 8 golongan ini, lihat makna mufradat dan kitab-kitab fiqh)
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ) : Yakni Allah sudah menentukan zakat itu sebagai kewajiban, yakni hukum yang telah ditentukan Allah, kewajiban dan pembagiannya. Hal itu seperti larangan meyalahi kenyataan ini.
 (وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ), yakni Allah Maha Mengetahui hal-hal yang nampak dan yang tidak nampak dari segala perkara, dan mengetahi kemaslahatan hamba-Nya. Allah tidak menentukan suatu hukum kecuali yang mengandung kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-Nya. Karena Allah mensyari’atkan zakat untuk mensucikan ziwa, menjaga harta, tanda syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya sebagaimana firman-Nya : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ، وَتُزَكِّيهِمْ بِها / Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka )
E.     PELAJARAN AYAT
Ayat  di atas menjelaskan tentang pembagian zakat, yaitu 8 golngan. Tetapi dewasa ini, pada umumnya zakat diberikan oleh sebagian orang kaya, tidak seluruhnya, kepada orang-orang fakir dan miskin. Pemberian zakat kepada orang-orang yang  berhutang dan orang yang sedang dalam perjalanan sangat jarang sekali. Sedangkan pemberian zakat  untuk memerdekakan budak, kepada  pengurus zakat, sabilillah, dan muallaf  semestinya tidak diberikan kepada mereka, karena :
1.      dalam hal budak, perbudakan sudah dihapuskan oleh dunia.
2.      pengurus zakat atau pegawai pemungut zakat dianggap tidak ada wajudnya, disebabkan tidak ada pembagian zakat kepada yang berhak menerimanya, dan karena negara tidak memungutnya, kecuali sebagian upaya yang dilakukan oleh dunia Islam modrn.
3.      dalam hal bagian fi sabilillah, karena tentara reguler sudah dibekali  dengan gaji bulanan, persenjataan, dan peralatan lainnya. Tetapi bisa saja zakat dibelanjakan untuk membeli senjata atau menopang sukarelawan jihad.
4.      tentang muallaf, sekalipun bagi para ulama yang berpendapat bahwa pembagian maalaf  tetap ada, maka keberadaan mereka dan mendorongnya kepada Islam sudah sangat jarang  sekali, karena aktifitas negara melampaui aktifitas pribadi. Pada umumnya negara-negara modern tidak berfikir penyebaran Islam.
Ayat di atas mengandung 7 hukum :
1.      Yang dimaksud dengan ash-shadaqat dalam ayat di atas adalah zakat wajib sebagaimana telah dijelaskan di atas.       
2.      Ayat di atas menunjukkan bahwa zakat diambil oleh imam (kepala negara) atau orang yang ditunjuk oleh imam. Dalilnya adalah bahwa ada bagian bagi ‘amilin atau pengurus zakat. Ini menunjukkan bahwa zakat harus ditanganioleh ‘amilin. Perhatikan betul  teks ayat (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً)
3.      ‘Amilin/para pengurus zakat punya hak dalam harta zakat sekalipun mereka orang kaya menurut kebanyakan para ulama.
4.      Lahir ayat menunjukkan bahwa zakat harus diberikan kepada 8 golongan. Di atas sudah disebutkan pendapat para ulama bahwa boleh diberikan pada 3 golongan atau 1 golongan saja.
5.      ‘Amilin, budak, dan muallaf tidak ada wujudnya di zaman sekarang ini. Adapun tentang fi sabilillah, maka tentara reguler tidak termasuk dalam kategori ini karena mereka mendapat gaji rutin. Bisa termasuk fi sabilillah adalah sukarelawan dalam jihad, atau bisa juga dalam keadaan darurat, zakat dibelikan senjata.
6.      Secara lahir firman Allah () mencakup fakir miskin muslim dan kafir, tetapi dalam hadits dikhususkan bagi fakir miskin muslim saja.
7.      Maksud firman Allah (فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ) adalah mencegah dari tindakan menyalahi ketentuan Allah dan haram mengeluarkan zakat keluar dari 8 golongan ini. Sabda Rasulullah saw : [إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَرْضَ بِحُكْمِ نَبِيٍّ وَلَا غَيْرِهِ فِي الصَّدَقَاتِ حَتَّى حَكَمَ فِيهَا هُوَ فَجَزَّأَهَا ثَمَانِيَةَ أَجْزَاءٍ/Sesungguhnya Allah tidak ridha ketentuan Nabi dan yang lainnya dalam hal zakat, sehingga Dia sendiri yang menentukannya, maka Dia membaginya kepada 8 bagian”. (HR. Abu Daud)]             

II. KAJIAN SURAT AT-TAUBAH : 103
A.    TEKS DAN  TERJEMAH AYAT
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
  
B.     MAKNA MUFRADAT
  • (صَدَقَةً) : ما ينفقه المؤمن قربة للّه /Sesuatu yang diinfakkan seorang mukmin untuk taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah swt.
  • (وَتُزَكِّيهِمْ بِها ) : تنمي بها حسناتهم وترفعهم الى منازل المخلصين   :  zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka, memperkembangkan harta benda mereka, dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang ikhlas.
  • (وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ) : ادع لهم واستغفر /Berdoalah dan mohon ampunlah untuk mereka.
  • (سَكَنٌ) : أي تسكن إليها نفوسهم وتطمئن بها قلوبهم  , yakni zakat itu membuat jiwa mereka menjadi tentram dan hati mereka menjadi tenang.
  • (وَاللَّهُ سَمِيعٌ ) : Allah Maha Mendengar terhadap pengakuan mereka.
  • (عَلِيمٌ) : Maha Mengetahui terhdap penyesalan mereka.
C.    SEBAB NUZUL AYAT
Ibnu Jarir  meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa harta mereka seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.
D.    MUNASABAH AYAT
·         Jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً ) adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka. Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
·         Adapun jika yang dimaksud dengan ayat ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat kepada orang-orang kaya sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat dan penyesalan  adalah jika kalian mengeluarkan zakat wajib, karena  pengakuan tidak  terbukti kecuali dengan  bukti, dengan ujian seseorang menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati, maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang yang dusta.

E.     TAFSIR/PENJELASAN AYAT
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka). Yakni, Wahai Rasul dan setiap pemerintah muslim sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu dari harta orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. Dengan zakat itu kamu membersihkan mereka dari penyakit kikir dan rakus. Dengan zakat itu juga kamu mensucikan jiwa mereka, menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka, memperkembangkan harta benda mereka, dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang ikhlas. (التزكية/mensucikan) : berarti membersihkan dengan  ekstra. Atau dalam arti memperkembangkan  harta dan keberkahannya. Yakni, Allah swt menjadikan berkurangnya harta karena dikeluarkan zakatnya  sebagai sebab berkembangnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam  Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة من مال/Harta tidak akan berkurang lantaran sedekah “.
Menurut al-Hasan al-Bashri yang dimaksud  dengan shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib. Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ ) adalah seluruh harta dan orang. Harta itu bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah khusus, karena mengecualikan harta yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam, al-Jashshash)
Dalil bahwa yang dimaksud dalam ayat  adalah sedekah wajib, yaitu firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ), yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan mengambil sedekah tersebut.
Jashshash berkata : Yang benar adalah yang dimaksud dengan shadaqah dalam ayat ini yaitu zakat wajib; karena tidak ada keterangan yang pasti  bahwa Allah mewajibkan kepada mereka, tidak kepada yang lain,  shadaqah selain zakat harta. Jika tidak ada hadits tentang hal itu, maka yang nampak adalah bahwa mereka dan orang-orang yang lain sama dalam hukum dan ibadah, dan bahwa mereka tidak dikhususkan dengan shadaqah wajib tersebut, tanpa diwajibkan kepada yang lain.  Juga jika yang dikehendaki ayat itu adalah shadaqah wajib bagi seluruh manusia karena mereka sama dalam hukum kecuali ada dalil yang mengkhususkannya, maka  mestinya shadaqah ini wajib bagi semua orang, tidak dikhususkan kepada kaum tertentu saja. Apabila hal ini telah nyata, maka shadaqah yang diwajibkan itu adalah zakat wajib, karena pada harta orang-orang lain tidak ada kewajiban selain zakat wajib.
Sedangkan firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ), tidak menunjukkan bahwa itu shadaqah yang menghapuskan dosa selain zakat wajib, karena zakat wajib juga dapat membersihkan dan mensucikan orang yang menunaikannya. Seluruh orang mukallaf membutuhkan yang dapat membersihkan dan mensucikan mereka.
Teks  ayat ini walaupun khusus bagi Rasul dan mempunyai sebab khusus, namun bersifat umum bagi para khalifah dan para pemimpin sesudahnya. Oleh karena itu Abu bakar ash-Shiddiq dan para sahabat yang lain memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat dari kalangan suku-suku Arab sampai mereka membayar zakat kepada khalifah sebagaimana mereka membayarnya kepada Rasulullah saw. Abu bakar ash-Shiddiq berkata : (واللّه لو منعوني عقالا- أو عناقا- كانوا يؤدونه إلى رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلّم، لأقاتلنهم على منعه/Demi Allah, jika mereka enggan menyerahkan kepadaku satu ekor saja yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah saw, niscaya aku perangi mereka karena enggan membayar zakat)
(وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ) : yakni doakan, mohonkan ampunan untuk mereka, dan sayangi mereka, karena doa dan permohonan ampunanmu merupakan ketenangan dan ketentraman bagi hati mereka bahwa Allah telah memberikan taubat bagi mereka. (الصلاة) dari Allah terhadap hamba-Nya adalah rahmat; dari Malaikat adalah istighfar; dan dari orang-orang yang beriman adalah doa.
(وَاللَّهُ سَمِيعٌ ) : Yakni Allah Maha mendengar pengakuan terhadap dosa yang mereka lakukan dan doa yang mereka panjatkan. Maha Mendengar terhadap doamu, pendengaran penerimaan dan pengabulan doa.
(عليم) : yakni, Allah Maha Mengetahui hati dan keikhlasan mereka dalam taubat dan membayar zakat. Maha Mengetahui kebaikan dan kemaslahatan untuk mereka. Karena zakat dapat membersihkan jiwa, menyebabkan Allah ridha, dan dapat menjaga harta.
F.     PELAJARAN AYAT
  • Kewajiban mengambil zakat untuk mensucikan jiwa, mengembangkan dan mendapatkan keberkahan harta.
  • Doa Rasululla saw adalah syafaat dan menimbulkan ketenangan.