Senin, 02 Mei 2011

Pertanggungjawaban Hidup

Pendahuluan


Hidup di dunia ini hanya sementara, semua orang pasti akan mati. Setelah kematian semua orang akan dihidupkan kembali di alam akhirat nanti. Dalam kehidupan inilah setiap manusia akan dimintakan pertanggung jawabannya tentang hidupnya di dunia. Mengapa setiap manusia harus diminta pertanggung jawabannya, dan apa saja yang harus dipertanggung jawabkan setiap orang nanti, secara singkat penulis berusaha membahasnya. Dan oleh karena pertanggung jawaban ini sangat berkaitan dengan kehidupan di dunia, penulis akan memulai pembahasan ini dengan hakekat hidup.



Hakekat Hidup


Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain kecuali untuk diuji, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Mulk ayat 1-2 yang artinya :

"Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun".

Seluruh manusia berada dalam satu ruang ujian yang besar yang mencakup seluruh alam. Di sana ada para pengawas yang mencatat semua perkataan dan perbuatan besar dan kecil. Tubuh mereka dan bumi menjadi saksi atas perbuatan yang mereka lakukan. Begitu juga sebagian mereka menjadi saksi atas sebagian yang lain. Lebih dari itu Allah menjadi saksi terhadap mereka.

Waktu ujian adalah mulai masa akil balig sampai mati. Kalau seorang pelajar dalam ujian tahu berapa sisa waktu ujian, maka seseorang di dunia tidak tahu berapa sisa umurnya. Kalau seandainya seorang pelajar diberitahukan bahwa tidak ada pembatasan waktu ujian, dan kapan saja kertas jawaban bisa ditarik, niscaya dia mencurahkan segala kemampuannya dan tidak menyia-nyiakan waktu ujian sedikitpun juga untuk menjawab pertanyaan sebanyak-banyaknya. Begitu juga seorang muslim, hendaknya ia memanfaatkan setiap detik agar sukses dalam ujian ini.

Kalau seorang pelajar dalam ujian menggunakan sarana pulpen dan kertas, maka sarana seseorang dalam ujian ini adalah pisik, waktu, harta, ilmu dan segala potensi dan kemampuan yang diberikan Allah kepadanya.

Adapun soal-soal ujian yang harus dijawab seseorang dalam ujian di dunia ini adalah mencakup empat hal :

  1. Perintah dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
  2. Larangan yang harus dijauhi.
  3. Nikmat yang harus disyukuri.
  4. Musibah yang harus disikapi dengan sabar.

Kata kunci dari jawaban soal-soal ujian ini adalah beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukanNya. Firman Allah :

" Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (QS. Adz-Dzariyat : 56).

Kalau seseorang memiliki kunci jawaban ini, ia berarti lulus dalam ujian, sebaliknya kalau ia tidak memilikinya, berarti ia gagal dalam ujian.


Mengapa Harus Ada Pertanggung Jawaban Hidup
Bertitik tolak dari hidup ini sebagai ujian, maka sudah sewajarnya seseorang akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak, apakah dia berhasil menjawab soal-soal ujian hidup di dunia atau tidak Orang yang bisa menjawab soal-soal ujian di dunia, yaitu melaksanakan segala perintah Allah, menjauhi segala larangan-Nya, mensyukuri semua nikmat yang diberikan Allah kepadanya dan bersikap sabar dalam menghadapi musibah yang menimpanya, pasti ia dapat mempertanggung jawabkan hidupnya. Terhadap orang semacam ini Allah akan memberikan balasan yang baik dan memasukkannya ke dalam surga. Sebaliknya orang yang tidak bisa menjawab soal-soal ujian hidup di dunia, pasti tidak bisa mempertanggung jawabkan hidupnya. Kelak Allah akan memberikan balasan yang buruk dan akan memasukkannya ke dalam neraka.


Pertanggung jawaban hidup di akhirat kelak merupakan wujud dari keadilan Allah, dan menunjukkan bahwa penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya termasuk di dalamnya manusia tidaklah sia-sia. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnyya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) , dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?".(QS. Al-Mu'minun : 115).

Firman-Nya lagi:

"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami mengganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?. Patutkah pula Kami mengaggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?.(QS. Ash-Shad : 27-28).
Ayat di atas dan semacamnya mengisyaratkan bahwa penciptaan langit dan bumi dengan segala isinya menjadi sia-sia, kehidupan di dunia tidak ada hikmahnya kalau kehidupan dunia ini merupakan akhir perjalanan hidup manusia, di mana tidak ada hari akhir, yang pada hari itu manusia akan dibangkitkan untuk dimintakan pertanggungan jawabnya terhadap perbuatan yang mereka lakukan selama di dunia.


Dalam kehidupan dunia ini kita saksikan orang-orang yang berbuat zalim dan terus berbuat zalim sampai akhir hayatnya, sementara di pihak lain ada orang-orang yang dizalimi dan terus dizalimi sampai akhir hayatnya. Kita juga menyaksikan ada orang-orang kafir dan ada orang-orang yang beriman; keyakinan, tingkah laku dan sikap masing-masing mereka terhadap Allah berbeda. Segolongan mereka bersikap sombong dan menolak untuk menyembah dan taat kepada Allah. Sementara segolongan lain berserah diri, patuh dan tunduk sepenuhnya kepada Allah. Di sisi lain kita juga menyaksikan sebagian di antara orang-orang kafir ada yang diberikan kekuasaan di permukaan bumi sambil menyebarkan kebatilan, sementara orang-orang mukmin hidup dengan tertindas, terusir dan teraniaya. Keadaan kedua golongan ini terus berlanjut sampai akhir hayatnya.



Seandainya kehidupan dunia merupakan akhir perjalanan hidup seseorang, apakah ini suatu keadilan Allah?, atau Allah menciptakan langit dan bumi ini penuh hikmah dan tidak sia-sia?. Apakah tidak sia-sia kalau orang-orang yang berpegang teguh kepada kebenaran hidup dalam keadaan tertindas dan terusir sementara pendukung kebatilan hidup dalam keadaan senang dan mewah?. Apakah tidak sia-sia kalau orang-orang yang memenuhi seruan Allah dengan beriman kepadaNya dan istiqamah (konsisten) di jalanNya hidup dan mati dalam keadaan mengenaskan seolah-olah

mereka orang-orang yang dimurkai Allah, sementara orang-orang yang tidak memenuhi panggilan Allah dan tidak beriman kepadaNya hidup dan mati dalam keadaan senang dan mewah seolah-olah mereka orang-orang yang diridhai Allah?.



Kemudian apakah Allah adil kalau orang-orang yang istiqamah disiksa, sedangkan orang-orang yang sesat diberikan pahala?. Demikianlah gambarannya kalau seandainya semua perkara selesai dengan berakhirnya kehidupan dunia dan kalau nanti tidak ada kebangkitaan, tidak ada pertanggung jawaban, tidak siksa dan pahala dalam kehidupan akhirat.



Oleh karena itu pertanggung jawaban hidup di akhirat nanti merupakan suatu keharusan. Orang-orang yang selalu berbuat zalim di dunia, orang-orang kafir yang bersikap sombong untuk beribadah dan taat kepada Allah, dan orang-orang kafir yang melakukan penindasan dan penganaiayaan terhadap orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah, yang sewaktu di dunia belum pernah mendapat balasan atas tindakannya, di akhirat nanti akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya.


Begitu juga orang-orang yang beriman yang tunduk dan patuh kepada Allah, yang sewaktu di dunia hidup dalam keadaan teraniaya dan tertindas, belum pernah merasakan balasan atas keimanan dan ketaatannya, di akhirat kelak akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatannya, dimasukkan ke dalam surga dan memndapat ridha Allah. Itulah keadilan Allah.

Apa Saja Yang Harus Dipertanggung Jawabkan
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa dalam kehidupan dunia ini seseorang diuji dengan empat hal, dan untuk menjawab soal-soal ujian ini, setiap orang diberikan sarana berupa pisik, waktu, harta, ilmu dan potensi lainnya. Oleh karena itu pertanggung jawaban hidup seseorang nanti berkisar pada materi-materi ujian hidup di dunia dan sarana-sarana yang diberikan Allah kepadanya. Dalam tulisan

ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pertanggungjawaban pada sarana hidup yang diberikan Allah dalam bentuk waktu atau umur, ilmu, harta dan pisik; karena kalau seseorang merasa bahwa nanti di akhirat akan dimintakan pertanggungjawabannya, pasti ia akan menggunakannya dalam rangka beribadah dan taat hanya kepada Allah. Akan dimintakan pertanggung jawabannya seseorang tentang empat hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.



"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba (pada hari kiamat) sehingga ia ditanya tentang umurnya digunakan untuk apa, tentang ilmunya apa yang ia lakukan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan digunakan untuk apa, dan tentang pisiknya mengapa ia menyia-nyiakannya". ( HR. Tirmidzi, dan ia berkata: hadits ini hasan shahih).

Dalam hadits di atas, Rasulullah saw. menegaskan bahwa pada hari akhirat seseorang akan diminta pertanggung jawabannya tentang empat hal.


Pertama, tentang umur atau waktu.

Umur atau waktu kematian seseorang adalah sudah pasti, tapi kapan datangnya kematian, itu adalah rahasia Allah. Bagi seorang muslim sebenarnya tidak begitu penting kapan dia akan mati, tapi yang terpenting adalah dalam keadaan bagaimana dia akan mati, apakah dalam keadaan tunduk kepada Allah SWT. atau malah dalam keadaan yang sebaliknya. Yang Allah kehendaki adalah jangan sampai seseorang mati kecuali dalam keadaan muslim ( QS. Ali Imran : 102).


Oleh karena itu seorang muslim dituntut untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan hidup di dunia ini untuk selalu beramal saleh dan menyegerakan diri dalam melaksanakannya.


Kedua, adalah tentang ilmu
Yaitu Ilmu yang Allah SWT dan Rasul-Nya telah mewajibkan setiap muslim untuk mencarinya di dunia sebanyak-banyaknya, karena itu menuntut ilmu tidak ada batasnya kecuali saat kematian. Dengan ilmu, semestinya seseorang semakin dekat kepada Allah, bukan sebaliknya seperti yang sudah banyak terjadi sehingga dengan ilmu itu begitu banyak manusia yang sombong bahkan dengan ilmunya yang sedikit sudah banyak manusia yang tidak membutuhkan Tuhan, sehingga apa yang telah ditetapkan Allah dengan seenak hawa napsunya mau dirubah.

Oleh karena itu harus kita sadari sebanyak apapun ilmu yang kita miliki pada hakikatnya ilmu yang kita miliki itu sangat sedikit bila dibandingkan dengan ilmu Allah yang sangat luas dan banyak, itu pula sebabnya ilmu yang telah dimiliki oleh manusia harus mampu dipertanggungjawabkan pengamalannya di hadapan Allah SWT, dan itu pula yang menyebabkan orang yang berilmu (ulama) itu sangat takut kepada Allah SWT. Allah berfirman : 
" Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguh Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun ". (QS. Fathir : 28).
Ketiga, Harta
Yang harus dipertanggung jawabkan setiap orang di hadapan Allah adalah tentang harta, dari mana diperoleh dan untuk apa digunakan. Allah tidak melarang manusia mencari dan memiliki harta, bahkan Allah justru memerintahkan manusia untuk mencari harta, karena memiliki harta merupakan fitrah dan kebutuhan manusia. Yang tidak dikehendaki Allah adalah kalau manusia mencintai harta melebihi cintanya kepada Allah, karena dari sikap seperti ini, manusia akan menghalalkan segala cara. Karena itu Allah akan meminta pertanggung jawaban setiap orang dari mana harta itu diperoleh atau bagaimana cara mendapatkannya; halal atau haram. 


Di samping itu meskipun manusia sudah mencari harta dengan cara yang halal, bukan berarti sudah selesai pertanggung jawaban manusia dalam soal harta, masih ada lagi yang harus dipertanggung jawabkannya, untuk apa saja dibelanjakan dan dikeluarkan harta itu, untuk sesuatu yang dikehendaki Allah atau tidak. Hal ini karena pada hakekatnya harta itu suatu titipan dari Allah. Oleh karena itu membelanjakan dan mengeluarkannya harus sesuai dengan kehendak Allah.


Keempat, Panca indera
Yang harus dipertanggung jawabkan setiap orang di hadapan Allah adalah soal penggunaan anggota badan; kaki ke mana berjalan, tangan apa yang dikerjakan, mata apa yang dilihat, telinga apa yang didengar, lisan apa yang diucapkan dan begitulah seterusnya. Bila seseorang tidak mampu memanfaatkan anggota badan untuk sesuatu yang benar menurut Allah SWT, bisa jadi ia akan terperosok ke derajat yang rendah, bahkan lebih rendah dari derajat binatang (QS. Al-A'raf

: 179).



Oleh karena itu seluruh anggota badan harus terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah sehingga manusia dapat menggunakan anggota badannya sesuai dengan kehendak Allah, dalam rangka beribadah dan taat kepada-Nya.



Kesimpulan

Uraian singkat tentang pertanggung jawaban hidup ini diharapkan dapat meningkatkan perasaan bahwa setiap kita pasti akan dimintakan pertanggung jawaban di hadapan Allah nanti sehingga dengan demikian kita senantiasa mengisi hidup ini hanya dengan ibadah kepada Allah sebagai misi utama hidup kita di dunia ini.

(end)


Sumber artikel: www.aldakwah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar