Sabtu, 20 Oktober 2012

Pengaruh Iman Kepada Allah dalam Kehidupan


PENGARUH  IMAN KEPADA ALLAH DALAM KEHIDUPAN

Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya Usus Fi Ath-Thashawwur Al-Islami menyebutkan delapan dampak iman kepada Allah. Berikut ini akan disebutkan secara ringkas.

1. Terbebasnya jiwa manusia dari takut mati.

Hal itu karena seorang mukmin yakin bahwa manusia pasti mati, dan kematian itu ada di tangan Allah. Kalau ajal manusia telah tiba, maka ajal itu tidak bisa ditunda sesaatpun juga, dan ia tidak bisa lari dari kematian itu walaupun, ia berada di benteng yang sangat kuat. Firman Allah :
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya”. (QS.Al-Munafiqun :11)
Firman Allah juga :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh “ ( QS. An-Nisa’/4 : 78 )
  Apabila keyakinan ini telah melekat pada hati seorang muslim, maka ia tidak akan pernah merasa takut dan hina dalam mempertahankan dan menegakkan agama pada kondisi bagaimanapun juga, lebih-lebih ia yakin bahwa keberaniannya tidak akan mengurangi umurnya sedikit pun juga dan bahwa pengecut tidak akan menambah umurnya sedikitpun juga.

2. Terbebasnya jiwa manusia dari takut tidak mendapatkan rizki.

Seorang mukmim yakin bahwa rizki ada di tangan Allah. Seseorang betapapun tinggi jabatannya dan kedudukannya tidak bisa mengurangi rizki siapapun juga. Firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“ Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh “. (QS. Adz-Dzariyat/51 : 58 ).
Dalam ayat lain Allah berfirman :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“ Dan  tidak ada suatu binatang melatapun ( makhluk yang bernyawa ) melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya “. (QS. Hud/11 : 6 )
Dewasa ini banyak orang yang tidak berani melaksanakan ajaran agamanya atau menyatakan hak dan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar lantaran ambisi terhadap sesuap nasi, dengan anggapan komitmennya melaksanakan ajaran Islam  dan konsistemnya mengerjakan kebenaran akan mengancam makannya. Mereka lupa bahwa yang maha pemberi rizki itu adalah Allah SWT. Orang–orang yang mereka takutkan mengancam adalah seperti mereka juga, tidak bisa memberikan manfaat dan bahaya, tidak bisa memberikan rizki sedikitpun kecuali yang ditentukan Allah.
Sikap yang benar adalah bahwa keberanian menegakkan kebenaran pada diri sendiri dan orang lain tidak akan mengurangi rizki sedikitpun juga. Sebagaimana takut menegakkan kebenaran tidak akan menambah rizki sedikitpun juga.

3. Terbebasnya jiwa manusia dari sifat egois, kikir dan rakus.

Tabi’at manusia sangat mencintai harta , ia kikir dan rakus. Firman Allah :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan “ ( QS. Al-Fajr/89 : 20)
Allah juga berfirman :
وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا
“Dan adalah manusia itu sangat kikir “ (QS. Al-Isra’/17 : 100)
Tabi’at manusia semacam ini adalah tabia’t manusia yang tidak tersentuh aqidah. Jika aqidah Islam telah merasuk ke dalam lubuk hati seorang manusia , maka ia akan terbebas dari sifat cinta harta, egois, kikir, dan semacamnya, bahkan ia akan mengutamakan orang lain dalam kesenangan, dan mau berkorban untuk membela orang lain .
Seorang mukmin yakin bahwa harta yang ada di tangannya, pada dasarnya milik Allah, ia akan senang hati melaksanakan perintah Allah pada hartanya seperti zakat, infak dan shadaqah. Seorang mukmin yakin bahwa mengeluarkan zakat, infak dan shadaqah merupakan sebab mendapatkan ridho Allah. Pada waktu yang bersamaan ia yakin bahwa zakat, infaq, shadaqah tidak akan mengurangi harta, bahkan akan menyebabkan harta itu menjadi berkah dan berkembang.
Firman Allah :
آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS. Al-Hadid/57 : 7)
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya. (QS. Saba’/34 : 39)
 Sabda Rasulullah saw. :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ ، وَمَا زَادَ رَجُلًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا ، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ . (رواه الترمذي وقال : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )
“ Shadaqah tidak akan mengurangi harta, Allah tidak akan menambah seorang hamba lantaran memaafkan kecuali kemuliaan, dan seseorang tidaklah tawadhu’ karena Allah,  kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.”  (HR. Tirmidzi, dan ia mengatakan : hadits hasan shahih).

 4. Hati yang selalu ingat kepada Allah.

Seorang muslim yakin bahwa Allah selalu mengetahui dan mengawasi tingkah laku hamba-Nya, baik yang dilakukan terang-terangan ataupun secara sembunyi. Orang yang hatinya selalu ingat kepada Allah yang selalu mengawasinya akan meninggalkan larangan-larangan Allah; ia tidak mencuri, menipu, berkhianat dan sebagainya.  Ia tidak akan mengambil sedikitpun harta yang bukan miliknya sekalipun harta itu melimpah ruah, dan sekalipun ia seorang fakir miskin.
 Jadi , orang yang kuat imannya akan selalu meninggalkan maksiat, karena ia yakin bahwa Allah selalu melihatnya walaupun tidak seorangpun yang melihatnya. Orang yang melakukan maksiat menunjukan bahwa hatinya sedang lemah. Firman Allah :
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesungguhanya Allah mengetahui apa yang ada di di langit dan apa yang ada di bumi ? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara ) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu “ (QS. Al-Mujadalah/58 : 7 )
Jika seandainya pada suatu waktu melakukan maksiat karena lalai, seorang muslim yang hatinya selalu ingat kepada Allah akan segera menghindari kelalaiannya , dia akan segera taubat dan mohon  ampun kepada Allah.
Firman Allah :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135)
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran/3 : 135)

5.Terbebasnya manusia dari penghambaan terhadap nilai–nilai jahiliyah.

Islam membagi masyarakat kepada dua bagian : masyarakat Islam dan masyarakat jahiliyah. Masing-masing masyarakat ini mempunyai standar nilai dan cirri yang berbeda-beda.
Di  antara ciri masyarakat jahiliyah adalah  punya sangkaan atau pandangan yang tidak benar terhadap Allah (QS. Ali-Imron/3 : 154), seperti keyakinan  orang-orang  musyrikin jahiliyah  bahwa malaikat anak Allah. Dalam urusan kehidupan manusia, masyarakat jahiliyah tidak berhukum kepada hukum Allah, tetapi  berhukum kepada hukum manusia ( QS. Al-Maidah/5 : 50 ). Di antara ciri masyarakat jahilyah juga adalah berprilaku jahiliyah, seperti prilaku kaum wanitanya yang memamerkan aurat dan dandanannya ( QS. Al-Ahzab/33 : 33). Begitu juga di antara ciri masyarakat jahiliyah adalah menjadikan ikatan kesukuan (hubungan darah), nasionalisme (hubungan tanah air) atau hubungan kepentingan bersama sebagai dasar ikatan berkumpul dan berserikat, bukan atas dasar kebenaran ( QS. Al-Fath/48 : 26).
Islam membangun masyarakat atas dasar pandangan atau keyakinan yang benar, Allah-lah yang menciptakan dan mengatur alam ini. Allah-lah satu-satunya ilah yang berhak diibadahi dan ditaati, dan hanya Allah-lah yang memiliki segala sifat  keagungan dan kesempurnaan.  Islam menetapkan hanya Allah yang berhak memutuskan aturan dan hukum, orang yang membuat aturan yang bertentangan dengan aturan Allah berarti ia telah merampas hak Allah. Dan orang yang mentaati aturan yang bertentangan dengan aturan Allah tersebut berarti telah memberikan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah. Islam menghendaki tingkah laku yang baik dan akhlak yang lurus mendominasi masyarakat. Untuk itu Islam melarang wanita memamerkan aurat dan dandanannya, lemah lembut dalam berbicara sehingga mendorong laki-laki untuk berbuat jahat terhadap mereka. Islam melarang pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang akan membawa menyebarnya perbuatan yang tercela. Islam  menjadikan ikatan aqidah dan agama sebagai dasar dalam bermasyarakat, berkumpul dan bersatu, bukan ikatan hubungan darah, tanah air atau kepentingan bersama.

6. Sabar dalam menghadapi kesulitan dan cobaan.

Seorang mukmin ketika meyakini bahwa segala urusan ada di tangan Allah, dan tidak seorangpun yang mampu memberikan manfaat dan bahaya, ia akan menghadapi segala kesulitan dengan lapang dada penuh  kerelaan dan pasrah diri, sehingga ia bersikap sabar serta mengharapkan pahala dari Allah. Pada waktu yang sama keimanan   dapat meringankan rasa sakit dan kesedihan.
Firman Allah :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghabun/64 : 11)
Sabda Rasulullah saw. :
عَجَبًا ِلأَمْرِ المْؤُمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ ، وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ .
“Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu. Perkaranya semua baik, dan itu tidak ada pada seorangpun selain orang mukmin. Jika mendapatkan kegembiraan bersyukur, itu baik baginya. Dan jika ditimpa kesusahan bersabar, itupun baik baginya “.    (HR. Muslim ).

7. Terbebasnya jiwa manusia dari  sikap zalim.

Islam mewajibkan umatnya bersikap adil dan sekaligus melarang mereka bersikap zalim, serta memerintahkan mereka untuk mencegah kezaliman dari orang lain. Misi umat Islam dalam setiap ekspansi (futuhat) adalah mengeluarkan umat manusia dari sempitnya dunia kepada luasnya akhirat dan dari zalimnya agama-agama kepada adilnya Islam. Dalam menegakkan keadilan, Islam tidak membeda-bedakan kerabat atau keturunan seperti tekad Rasulullah yang akan memotong tangan putrinya Fatimah jika mencuri.

8. Terbebasnya akal manusia dari segala bentuk khurafat.

Jika seorang mukmin meyakini dengan sepenuh hati bahwa hanya Allah yang mengetahui hal-hal yang ghaib, memiliki manfaat dan bahaya, maka sudah barang tentu ia akan terbebas dari anggapan-anggapan bahwa ada kekuatan selain Allah yang dapat mengetahui hal-hal yang ghaib serta dapat memberikan manfaat kepada seseorang dan dapat menghindarkannya dari bahaya. Dengan demikian ia tidak akan meminta pertolongan kepada tukang sihir, dukun, paranormal atau siapapun  juga, karena mereka tidak mengetahui hal-hal yang ghaib dan tidak   memiliki manfaat dan bahaya untuk  dirinya dan orang lain. Meminta pertolongan kepada mereka untuk mendapatkan manfaat seperti mendapatkan pekerjaan, naik jabatan, mendapatkan jodoh dan sebagainya; atau agar terhindar dari bahaya seperti sembuh dari penyakit, aman dari orang yang memburunyan dan semacamnya, dengan keyakinan mereka itu bisa memberikan manfaat dan menghindarkan dari bahaya yang mengancamnya adalah merupakan perbuatan syirik yang dapat mengeluarkannya dari keimanan.



(والله أعلم بالصواب)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar