"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."
Kamis, 04 Oktober 2012
Mengimani Wujud Allah
MENGIMANI WUJUD ALLAH
Iman Kepada Allah mengandung empat unsur :
1. Mengimani wujud (adanya) Allah.
2. Mengimani Rububiyyah Allah.
3. Mengimani Uluhiyyah Allah.
4. Mengimani Asma' dan sifat Allah.
Berikut ini akan dijelaskan unsur pertama dari iman kepada Allah, yaitu mengimani wujud (adanya) Allah.
Seorang mukmin harus meyakini benar bahwa Allah itu mawjud (ada) sekalipun ia tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengarnya, karena sesuatu yang ada tidak mesti dapat dilihat dan didengar. Dalam kehidupan dunia, banyak yang kita yakini adanya padahal kita tidak dapat melihat dan tidak mendengarnya, seperti angin, arus listrik, magnit, dan sebagainya. Selain dilihat dan didengar, adanya sesuatu juga bisa diketahui dengan adanya pengaruh atau bekas sesuatu itu, contohnya nyalanya lampu sebagi pengaruh adanya arus listrik. Jadi nyalanya lampu itu merupakan bukti bahwa arus listrik itu ada. Begitu juga adanya Allah bisa diketahui dengan adanya bukti-bukti atau dalil-dalil.
Paling tidak ada empat bukti (dalil) yang menunjukkan adanya Allah : bukti fitrah, akal, syara;, dan indera, berikut akan dijelaskan satu persatu.
1. Bukti Fitrah
Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Fitrah ini merupakan pembawaan manusia sejak lahir, sebab ketika manusia berada di alam rahim, ia mengakui Allah sebagi rabb (Tuhan)nya. Allah SWT berfirman :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A'raf : 172)
Ayat ini sesuai denga sabda Rasulullah saw. :
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” ( HR. Al Bukhari )
2. Bukti Akal
Bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena setiap sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam. Allah SWT menyebutkan dalil aqli dan dalil qath`i dalam surat Ath-Thuur :
أَمْ خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan ( diri mereka sendiri )?” (QS : Ath-Thuur/52 : 35 )
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah SWT.
Ketika Jubair bin Muth`im mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath-Thuur dan sampai ke ayat ayat ini :
أَمْ خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا۟ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ (36) أَمْ عِندَهُمْ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ ٱلْمُصَۣيْطِرُونَ (37)
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ,ataukah mereka yang menciptakan ( diri mereka sendiri )? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu ?. Sebenarnya mereka tidak meyakini ( apa yang mereka katakan ). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Robbmu atau mereka yang berkuasa?” (QS. Ath-Thuur/52 : 35-37 ), ia yang tatkala itu masih musyrik berkata , “hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku.”(HR.Al Bukhari)
Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seorang berkata kepada anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai hiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu dusta dan dungu. Kini kami bertanya kepada anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!
3. Bukti Syara'
Bukti syara’ tentang wujud Allah SWT bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab tersebut datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab tersebut merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu.
4. Bukti Indera
Bukti inderawi tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua :
a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya do’a orang-orang yang berdo’a serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapat musibah . Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah SWT. Allah berfirman :
وَنُوحًا إِذْ نَادَىٰ مِن قَبْلُ فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ فَنَجَّيْنَٰهُ وَأَهْلَهُۥ مِنَ ٱلْكَرْبِ ٱلْعَظِيمِ
“ Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika ia berdo’a, dan kami memperkenankan do’anya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (QS. Al- Anbiya/21 : 76)
Firman Allah lagi :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ لَكُمْ
“ (ingatlah), Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu …” (QS. Al- Anfal/8 : 9)
Dalam hadits, Anas bin Malik ra. berkata : ”Pernah seorang badui datang pada hari jum’at, pada waktu itu Nabi SAW tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata : ”Hai Rasulullah harta benda kami sudah habis, seluruh warga sudah kelaparan, oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah SWT untuk mengatasi kesulitan kami “. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdo’a. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata: ”Hai Rasul Allah bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, do’akanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah”. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdo’a : “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami”. Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat, kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al-Bukhari)
b. Tanda-tanda para nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang mengutus para nabi tersebut, yaitu Allah SWT, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman :
فَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنِ ٱضْرِب بِّعَصَاكَ ٱلْبَحْرَ ۖ فَٱنفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍۢ كَٱلطَّوْدِ ٱلْعَظِيمِ
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa : ”Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar”. (QS. Asy- Syu’ara/26 : 63)
Contoh kedua adalah mukjizat nabi Isa As ketika menghidupkan orang orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allah. Firman Allah menceritakan perkataan nabi Isa as. :
وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ
“…..dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah…” (QS. Ali Imran/3 : 49)
Firman-Nya lagi :
وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي
“…dan (ingatlah)ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup)dengan ijin-Ku….”(QS. Al-Maidah/5 : 110)
Contoh ketiga adalah mukjizat nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mukjizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikan. Allah SWT berfirman tentang hal ini :
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ . وَإِنْ يَرَوْا آَيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
“Telah dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.” (QS. Al-Qomar/54 :1-2)
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.
والله أعلم بالصواب))
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
makasih penjabarannya :)
BalasHapusPortal Bersama
Good
BalasHapusGood
BalasHapus