MENGIMANI WUJUD ALLAH
1. Pengantar
a.
Pengertian Iman
Menurut bahasa iman berarti التًّصْدِيْقُ
الْجَازِمُ / kepercayaan/keyakinan yang kokoh.
Menurut Terminologi Syari’at Islam iman adalah :
التَصْدِيْقُ
بِالْقَلْبِ ، وَالإقْرَارُ بِاللِسَانِ ، وَالْعَمَلُ بِالأَرْكَانِ .
Mempercayai/meyakini dengan hati, mengakui dengan
lisan, dan melaksanakan dengan anggota badan.
Dari definisi di atas dapat
diketahui bahwa iman adalah keyakinan
yang melekat kuat dalam hati, diikrarkan oleh penganutnya dengan lisannya dan
dibuktikan dengan amal dan perbuatannya sesuai dengan tuntutan aqidah.
Keyakinan yang melekat dalam hati,
tapi tidak ada wujudnya dalam amal nyata adalah keimanan yang kosong, tidak
pantas dikatakan iman. Kita banyak melihat orang yang mengetahui kebenaran yang
sesungguhnya, tetapi mereka tidak membentuk kehidupan mereka sesuai dengan
kebenaran yang mereka ketahui, bahkan kadang-kadang menentang dan memerangi
kebenaran yang mereka yakini. Orang semacam ini adalah seperti Iblis yang
mengetahui Allah, mengetahui kebenaran para Rasul dan kitab-kitab-Nya yang
dibawanya, tetapi dia berjanji untuk memerangi kebenaran yang diketahuinya.
Fir’aun meyakini bahwa mukjizat yang dibawa nabi Musa as. adalah bersumber dari
Allah, tetapi dia mengingkari dan menentangnya karena kesombongannya (QS.
an-Naml/27 : 14). Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengetahui bahwa Muhammad saw.
adalah seorang Nabi dan Rasul Allah,
tetapi mereka tidak mengakuinya. Begitu juga Abu Thalib, mengetahui bahwa agama
yang dibawa keponakannya Nabi Muhammad saw. adalah agama yang paling baik,
tetapi dia tidak beriman karena takut dicela kaumnya.
Jadi Iman adalah bukan hanya sekedar
mengetahui atau mengenal Allah, tetapi Iman ialah keyakinan atau aqidah yang
melekat pada hati penganutnya, diikrarkan dan dinyatakan oleh lidahnya dan dia
rela diatur dan dibentuk oleh pedoman Allah. Dalam hal ini Allah berfirman :
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا بِاللهِ
وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
فِى سَبِيْلِ اللهِ ، أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ.
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka bejihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS.
Al-Hujurat/49 : 15)
sebagaimana
disebutkan Rasulullah saw. dalam haditsnya yang terkenal dengan hadits Jibril :
الاِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ ، وَمَلاَئِكَتِهِ ،
وَكُتُبِهِ ، وَرُسُلِهِ ، وَالْيَوْمِ الأَخِرِ ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
خَيْرِهِ وَشَرِّهِ (رواه مسلم).
“Iman
itu adalah bahwa engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan engkau beriman kepada qadar
yang baik dan yang buruk”. (HR. Muslim).
b.
Rukun Iman
Ada beberapa hal yang harus diimani
setiap muslim, yaitu yang terkandung
dalam rukun iman atau pokok-pokok keimanan.
Rukun iman tersebut adalah :
1)
Iman kepada
Allah
2)
Iman kepada
Malaikat
3)
Iman kepada
kitab-kita Allah.
4)
Iman kepada
Para Rasul.
5)
Iman kepada
HariAkhir.
6)
Iman kepada
qadar (ketentuan Allah) baik dan buruknya.
Rukun
iman ini disebutkan dalam al-Qur’an, antara lain :
لَّيْسَ
ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ
ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ
وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi…(QS. Al-Baqarah
: 177)
Disebutkan juga dalam hadits :
أَنْ
تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “ (HR. Muslim)
c.
Pengertian Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah adalah keyakinan
yang kokoh bahwa Allah itu ada, Esa tidak ada sekutu bagi-Nya; Dia Rabb segala
sesuatu, pencipta dan pengendalinya; hanya Dia-lah yang berhak diibadahi dan
ditaati; memiliki sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat kekurangan.
Iman
kepada Allah swt mengandung 4 hal :
1)
Mengimani Wujud (Adanya) Allah
2)
Mengimani Rububiyyah Allah
3)
Mengimani Uluhiyyah Allah
4)
Mengimani Asma’ Dan Sifat Allah
2.
Pengertian Mengimani Wujud
Alllah
Berikut ini akan dijelaskan unsur pertama dari iman kepada Allah, yaitu
mengimani wujud (adanya) Allah.
Seorang mukmin harus meyakini benar bahwa Allah itu mawjud (ada) sekalipun ia tidak dapat melihat
dan tidak dapat mendengarnya, karena sesuatu yang ada tidak mesti dapat
dilihat dan didengar. Dalam kehidupan dunia, banyak yang kita yakini adanya padahal kita
tidak dapat melihat dan tidak mendengarnya, seperti angin, arus listrik,
magnit, dan sebagainya. Selain dilihat dan didengar, adanya sesuatu juga bisa
diketahui dengan adanya pengaruh atau bekas sesuatu itu, contohnya nyalanya
lampu sebagi pengaruh adanya arus listrik. Jadi nyalanya lampu itu merupakan
bukti bahwa arus listrik itu ada. Begitu juga adanya Allah bisa diketahui
dengan adanya bukti-bukti atau dalil-dalil.
3.
Dalil (Bukti) Wujud (adanya)
Allah
Paling tidak ada empat bukti (dalil) yang menunjukkan adanya Allah :
bukti fitrah, akal, syara, dan indera, berikut akan dijelaskan satu persatu.
1)
Bukti Fitrah
Bukti
fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan
fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan
berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali
orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Fitrah
ini merupakan pembawaan manusia sejak lahir, sebab ketika manusia berada di
alam rahim, ia mengakui Allah sebagi rabb (Tuhan)nya. Allah SWT berfirman :
وَإِذْ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ
شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا
غَٰفِلِينَ
Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A'raf : 172)
Ayat
ini sesuai denga sabda Rasulullah saw.
:
مَا
مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Semua bayi yang dilahirkan dalam
keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani
atau Majusi” ( HR. Al Bukhari )
2)
Bukti
Akal
Bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua
makhluk, bahwa semua makhluk yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada
yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak
mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan
sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri.
Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Semua makhluk tidak mungkin tercipta
secara kebetulan karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta.
Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan
saling terkait dengan erat antara sebab musababnya dan antara alam semesta satu
sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara
kebetulan, karena setiap sesuatu yang ada
secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan
tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang
menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam. Allah SWT menyebutkan dalil aqli dan
dalil qath`i dalam surat Ath-Thuur :
أَمْ خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ
أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah
mereka yang menciptakan ( diri mereka
sendiri )?” (QS : Ath-Thuur/52 : 35 )
Dari
ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk
tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah
Allah SWT.
Ketika Jubair bin
Muth`im mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath-Thuur dan
sampai ke ayat ayat ini :
أَمْ
خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ (35)
أَمْ خَلَقُوا۟ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ (36) أَمْ عِندَهُمْ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ
ٱلْمُصَۣيْطِرُونَ (37)
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ,ataukah mereka
yang menciptakan ( diri mereka
sendiri )? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu ?. Sebenarnya
mereka tidak meyakini ( apa yang mereka katakan ). Ataukah di sisi mereka ada
perbendaharaan Robbmu atau mereka yang berkuasa?” (QS. Ath-Thuur/52 : 35-37 ), ia yang tatkala itu masih musyrik berkata
, “hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam
hatiku.”(HR.Al Bukhari)
Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada
seorang berkata kepada anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi
kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi
dengan berbagai hiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada
anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan sendirinya
atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti anda tidak akan
mempercayainya, dan menganggap perkataan itu dusta dan dungu. Kini kami
bertanya kepada anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta
apa-apa yang ada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara
kebetulan?!
3)
Bukti
Syara'
Bukti syara’ tentang wujud Allah SWT
bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung
kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa
kitab-kitab tersebut datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala
kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh
realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab tersebut merupakan
dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb yang Maha Kuasa untuk
mewujudkan apa yang diberitakan itu.
4)
Bukti
Indera
Bukti inderawi tentang wujud
Allah dapat dibagi menjadi dua :
a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan
terkabulnya do’a orang-orang yang
berdo’a serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang
mendapat musibah . Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah SWT.
Allah berfirman :
وَنُوحًا إِذْ نَادَىٰ مِن قَبْلُ
فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ فَنَجَّيْنَٰهُ وَأَهْلَهُۥ مِنَ ٱلْكَرْبِ ٱلْعَظِيمِ
“ Dan
(ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika ia berdo’a, dan kami memperkenankan
do’anya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.”
(QS. Al- Anbiya/21 : 76)
Firman Allah lagi :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ
لَكُمْ
“
(ingatlah), Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu …” (QS. Al- Anfal/8 : 9)
Dalam hadits, Anas bin Malik ra. berkata : ”Pernah seorang
badui datang pada hari jum’at, pada waktu itu Nabi SAW tengah berkhotbah.
Lelaki itu berkata : ”Hai Rasulullah
harta benda kami sudah habis, seluruh warga sudah kelaparan, oleh karena
itu mohonkanlah kepada Allah SWT untuk
mengatasi kesulitan kami “. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan
berdo’a. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah
belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada jum’at yang
kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata: ”Hai Rasul Allah
bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, do’akanlah akan kami ini
(agar selamat) kepada Allah”. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya,
seraya berdo’a : “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan
Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami”. Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan
pada suatu tempat, kecuali menjadi
terang (tanpa hujan).” (HR. Al-Bukhari)
b. Tanda-tanda para nabi yang disebut
mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang
jelas tentang wujud yang mengutus para nabi tersebut, yaitu Allah SWT, karena
hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai
pemerkuat dan penolong bagi para rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut
dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua
belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi
seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman :
فَأَوْحَيْنَآ
إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنِ ٱضْرِب بِّعَصَاكَ ٱلْبَحْرَ ۖ فَٱنفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ
فِرْقٍۢ كَٱلطَّوْدِ ٱلْعَظِيمِ
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa : ”Pukullah
lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan
adalah seperti gunung yang besar”. (QS. Asy- Syu’ara/26 : 63)
Contoh kedua adalah mukjizat nabi Isa As ketika menghidupkan
orang orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allah.
Firman Allah menceritakan perkataan nabi Isa as. :
وَأُحْيِي الْمَوْتَى
بِإِذْنِ اللَّهِ
“…..dan
aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah…” (QS. Ali Imran/3 : 49)
Firman-Nya lagi :
وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى
بِإِذْنِي
“…dan
(ingatlah)ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi
hidup)dengan ijin-Ku….”(QS. Al-Maidah/5 : 110)
Contoh ketiga adalah mukjizat nabi Muhammad ketika kaum
Quraisy meminta tanda atau mukjizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu
terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikan. Allah SWT
berfirman tentang hal ini :
اقْتَرَبَتِ
السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ . وَإِنْ يَرَوْا آَيَةً
يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
“Telah
dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika melihat
suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang
terus menerus.” (QS. Al-Qomar/54 :1-2)
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh
indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.
والله
أعلم بالصواب))