Rabu, 25 September 2019


MENGIMANI WUJUD ALLAH


1.     Pengantar

a.      Pengertian Iman
Menurut bahasa iman berarti   التًّصْدِيْقُ الْجَازِمُ / kepercayaan/keyakinan yang kokoh.
 Menurut Terminologi Syari’at Islam iman adalah :
التَصْدِيْقُ بِالْقَلْبِ ، وَالإقْرَارُ بِاللِسَانِ ، وَالْعَمَلُ بِالأَرْكَانِ .
Mempercayai/meyakini dengan hati, mengakui dengan lisan, dan melaksanakan dengan anggota badan.
            Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa  iman adalah keyakinan yang melekat kuat dalam hati, diikrarkan oleh penganutnya dengan lisannya dan dibuktikan dengan amal dan perbuatannya sesuai dengan tuntutan aqidah.
            Keyakinan yang melekat dalam hati, tapi tidak ada wujudnya dalam amal nyata adalah keimanan yang kosong, tidak pantas dikatakan iman. Kita banyak melihat orang yang mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, tetapi mereka tidak membentuk kehidupan mereka sesuai dengan kebenaran yang mereka ketahui, bahkan kadang-kadang menentang dan memerangi kebenaran yang mereka yakini. Orang semacam ini adalah seperti Iblis yang mengetahui Allah, mengetahui kebenaran para Rasul dan kitab-kitab-Nya yang dibawanya, tetapi dia berjanji untuk memerangi kebenaran yang diketahuinya. Fir’aun meyakini bahwa mukjizat yang dibawa nabi Musa as. adalah bersumber dari Allah, tetapi dia mengingkari dan menentangnya karena kesombongannya (QS. an-Naml/27 : 14). Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengetahui bahwa Muhammad saw. adalah seorang Nabi dan Rasul  Allah, tetapi mereka tidak mengakuinya. Begitu juga Abu Thalib, mengetahui bahwa agama yang dibawa keponakannya Nabi Muhammad saw. adalah agama yang paling baik, tetapi dia tidak beriman karena takut dicela kaumnya.
            Jadi Iman adalah bukan hanya sekedar mengetahui atau mengenal Allah, tetapi Iman ialah keyakinan atau aqidah yang melekat pada hati penganutnya, diikrarkan dan dinyatakan oleh lidahnya dan dia rela diatur dan dibentuk oleh pedoman Allah. Dalam hal ini  Allah berfirman :
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ ، أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka bejihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat/49 : 15)
           
sebagaimana disebutkan Rasulullah saw. dalam haditsnya yang terkenal dengan hadits Jibril :

الاِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ ، وَمَلاَئِكَتِهِ ، وَكُتُبِهِ ، وَرُسُلِهِ ، وَالْيَوْمِ الأَخِرِ ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ (رواه مسلم).
            “Iman itu adalah bahwa engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan engkau beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk”. (HR. Muslim).

b.      Rukun Iman

Ada beberapa hal yang harus diimani setiap  muslim, yaitu yang terkandung dalam rukun iman atau pokok-pokok keimanan.  Rukun iman tersebut adalah :
1)       Iman kepada Allah
2)       Iman kepada Malaikat
3)       Iman kepada kitab-kita Allah.
4)       Iman kepada Para Rasul.
5)       Iman kepada HariAkhir.
6)       Iman kepada qadar (ketentuan Allah) baik dan buruknya.

Rukun iman ini disebutkan dalam al-Qur’an, antara lain :
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi…(QS. Al-Baqarah : 177)

Disebutkan juga dalam hadits :
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “  (HR. Muslim)

c.       Pengertian Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kokoh bahwa Allah itu ada, Esa tidak ada sekutu bagi-Nya; Dia Rabb segala sesuatu, pencipta dan pengendalinya; hanya Dia-lah yang berhak diibadahi dan ditaati; memiliki sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat kekurangan.
Iman kepada Allah swt mengandung 4 hal :
1)      Mengimani Wujud (Adanya) Allah
2)      Mengimani Rububiyyah Allah
3)      Mengimani Uluhiyyah Allah
4)      Mengimani Asma’ Dan Sifat Allah

2.      Pengertian Mengimani Wujud Alllah

Berikut ini akan dijelaskan unsur pertama dari iman kepada Allah, yaitu mengimani wujud (adanya) Allah.
Seorang mukmin harus meyakini benar bahwa Allah itu mawjud  (ada) sekalipun ia tidak dapat melihat dan  tidak dapat mendengarnya,  karena sesuatu yang ada tidak mesti dapat dilihat dan didengar. Dalam kehidupan dunia,  banyak yang kita yakini adanya padahal kita tidak dapat melihat dan tidak mendengarnya, seperti angin, arus listrik, magnit, dan sebagainya. Selain dilihat dan didengar, adanya sesuatu juga bisa diketahui dengan adanya pengaruh atau bekas sesuatu itu, contohnya nyalanya lampu sebagi pengaruh adanya arus listrik. Jadi nyalanya lampu itu merupakan bukti bahwa arus listrik itu ada. Begitu juga adanya Allah bisa diketahui dengan adanya bukti-bukti atau dalil-dalil.

3.      Dalil (Bukti) Wujud (adanya) Allah

Paling tidak ada empat bukti (dalil) yang menunjukkan adanya Allah : bukti fitrah, akal, syara, dan indera, berikut akan dijelaskan satu persatu.

1)      Bukti Fitrah
           
Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali  orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Fitrah ini merupakan pembawaan manusia sejak lahir, sebab ketika manusia berada di alam rahim, ia mengakui Allah sebagi rabb (Tuhan)nya. Allah SWT berfirman :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A'raf : 172)
Ayat ini sesuai denga sabda Rasulullah saw.  :  
              
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang                   menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi( HR. Al Bukhari )

2)   Bukti Akal

Bukti akal tentang  wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena setiap sesuatu yang ada  secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.         Allah SWT menyebutkan dalil aqli dan dalil qath`i dalam surat Ath-Thuur  :
أَمْ خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan ( diri mereka  sendiri )?” (QS : Ath-Thuur/52 : 35 )
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah SWT.

Ketika Jubair bin Muth`im mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath-Thuur dan sampai ke ayat ayat ini  :
أَمْ خُلِقُوا۟ مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ ٱلْخَٰلِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا۟ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ (36) أَمْ عِندَهُمْ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ ٱلْمُصَۣيْطِرُونَ (37)
  “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ,ataukah mereka yang menciptakan       ( diri mereka sendiri )? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu ?. Sebenarnya mereka tidak meyakini ( apa yang mereka katakan ). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Robbmu atau mereka yang berkuasa?” (QS. Ath-Thuur/52 : 35-37 ),  ia yang tatkala itu masih musyrik berkata , “hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku.”(HR.Al Bukhari) 
Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seorang berkata kepada anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai hiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu dusta dan dungu. Kini kami bertanya kepada anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?! 

3)   Bukti Syara'

Bukti syara’ tentang wujud Allah SWT bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab tersebut datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab tersebut merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu.

4)   Bukti Indera

Bukti inderawi tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua :
a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya do’a orang-orang yang                                                                                                         berdo’a serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapat musibah . Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah SWT. Allah berfirman :      
وَنُوحًا إِذْ نَادَىٰ مِن قَبْلُ فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ فَنَجَّيْنَٰهُ وَأَهْلَهُۥ مِنَ ٱلْكَرْبِ ٱلْعَظِيمِ
“ Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika ia berdo’a, dan kami memperkenankan do’anya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (QS. Al- Anbiya/21 : 76)
Firman Allah   lagi :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ لَكُمْ
“ (ingatlah), Ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu …” (QS. Al- Anfal/8 : 9)
Dalam hadits, Anas bin Malik ra. berkata : ”Pernah seorang badui datang pada hari jum’at, pada waktu itu Nabi SAW tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata : ”Hai Rasulullah  harta benda kami sudah habis, seluruh warga sudah kelaparan, oleh karena itu  mohonkanlah kepada Allah SWT untuk mengatasi kesulitan kami “. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdo’a. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata: ”Hai Rasul Allah bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, do’akanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah”. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdo’a : “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami”. Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada  suatu tempat, kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al-Bukhari)
b. Tanda-tanda para nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar         banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang mengutus para nabi tersebut, yaitu Allah SWT, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman :
فَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنِ ٱضْرِب بِّعَصَاكَ ٱلْبَحْرَ ۖ فَٱنفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍۢ كَٱلطَّوْدِ ٱلْعَظِيمِ
 “Lalu Kami wahyukan kepada Musa : ”Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar”. (QS. Asy- Syu’ara/26 : 63)
Contoh kedua adalah mukjizat nabi Isa As ketika menghidupkan orang orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allah. Firman Allah menceritakan perkataan nabi Isa as. :
وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ
“…..dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah…” (QS. Ali Imran/3 : 49)
Firman-Nya lagi :
وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي
“…dan (ingatlah)ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup)dengan ijin-Ku….”(QS. Al-Maidah/5 : 110)
Contoh ketiga adalah mukjizat nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mukjizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikan. Allah SWT berfirman tentang hal ini :
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ . وَإِنْ يَرَوْا آَيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
“Telah dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.” (QS. Al-Qomar/54 :1-2)
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.     

والله أعلم بالصواب))



Tidak ada komentar:

Posting Komentar