Do’a dan Qadar
(H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)
Do’a adalah merupakan sebab mendapatkan manfaat dan menolak madarat, sama
dengan sebab (usaha) yang lain seperti tawakkal dan sedekah. Kemudian
sekalipun sebagai sebab, ia masuk di dalam qadar, bukan di luar qadar. Karena do’a termasuk qadar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Allah swt Maha Mengetahui
segala sesuatu, telah menentukan segala sesuatu, tidak ada sesuatu apapun yang
keluar dari ketentuannya. Oleh karena itu do’a itu sendiri masuk pada qadar. Apabila Allah telah menentukan do’a dan bahwa do’a itu sebagai
sebab sesuatu, maka seseorang pasti berdo’a dan melakukan sesuatu yang
dijadikan sebab oleh Allah. Doa merupakan sebab untuk mendapatkan manfaat dan
untuk menolak bencana. Jika doa itu lebih kuat dari pada sebab bencana, maka
doa akan dapat menolak bencana itu. Tapi jika sebab bencana itu lebih kuat dari pada doa, maka doa itu tidak
bisa menolaknya, akan tetapi bisa mengurangi atau meringankannya. Tidak ada
sesuatu sebab pun yang lebih bermanfaat dan lebih menyampaikan pada yang
diminta selain doa. Oleh karena itu, ketika sebab-sebab keburukan sudah
terjadi, Rasulullah saw memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang dengan izin
Allah dapat menolak sebab-sebab itu seperti shalat, doa, dzikir, istighfar,
taubat, dan sedekah. Sebab amal-amal shaleh ini dapat menghalangi keburukan
yang sebabnya telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam hadits :
« لا
يغني حذر من قدر ، والدعاء ينفع مما نزل ، وما لم ينزل ، وإن الدعاء ليلقى البلاء
، فيعتلجان إلى يوم القيامة »
“Kehati-hatian
tidak bermanfaat karena sudah ditakdirkan, doa bermanfaat pada sesuatu yang
sudah terjadidan belum terjadi, dan sesunguhnya doa bertemu dengan bencana,
lalu keduanya berkelahi sampai hari kiamat”. (HR. Thabrani)
Hal ini seperti ada musuh
datang, maka ia ditolak dengan doa, amal sosial, dan jihad. Kalau kedinginan
menyerang, ia ditolak dengan kehangatan, amal shaleh, dan doa. Dalil tertolaknya
musuh dengan doa dan jihad adalah sabda
Rasulullah saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash :
«هل تُنصَرون وتُرزَقون إِلا بضعفائكم؟». أَخرجه
البخاري.
“Kalian
tidak ditolong dan diberikan rezeki kecuali lantaran orang-orang lemah di
antara kalian”. (HR. Bkhari)
Dan dalam riwayat Nasa’i :
« إِنما ينصُر الله هذه الأمةَ بضعيفها :
بدعوتِهم، وصلاتِهم ، وإِخلاصهم»
“Sesungguhnya Allah memberikan pertolongan
pada umat ini lantaran orang lemahnya : melalui doa, shalat, dan keikhlasan
mereka”.
Kesimpulannya adalah bahwa di antara qadar
adalah menolak bencana dengan doa, jadi doa masuk di bawah qadha, bukan di
luarnya.
Di antara dalil bahwa doa berpengaruh adalah :
Firman Allah :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina".(QS. Ghafir : 60)
Firman Allah tentang Nabi Nuh as :
وَنُوحًا إِذْ نَادَى مِن قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا
لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ * وَنَصَرْنَاهُ مِنَ
الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ
فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum
itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia
beserta pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami telah menolongnya dari
kaum yang telah mendustakan ayat-ayat Kami Sesungguhnya mereka adalah kaum yang
jahat, maka Kami tenggelamkan mereka semuanya. (QS. Al-Anbiya’ : 76-77)
Baca juga tentang Nabi Ayyub (QS. 21:83-84),
Nabi Yunus (QS. 21:87-88), Nabi Zakaria (QS. 21:89-90), Nabi Musa (QS.
10:88-89)
Itu beberapa dalil al-Qur’an. Adapun dalil
hadits, juga banyak, di antaranya :
Anas bin Malik
berkata, "Masyarakat ditimpa tahun paceklik pada masa Nabi. Ketika Nabi sedang
berkhutbah (di atas mimbar) dengan berdiri pada hari Jumat, seorang kampung
(dari suku Badui) berdiri (dalam satu riwayat: masuk) dari pintu yang menghadap
mimbar ke arah Darul Qadha', dan Rasulullah sedang berdiri. Kemudian dia menghadap
Rasulullah (sambil berdiri), lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, harta benda
binasa dan keluarga kelaparan (dalam satu riwayat: binasa, kuda-kuda binasa,
dan kambing-kambing binasa, ternak-ternak binasa dan jalan-jalan terputus),
maka berdoalah kepada Allah untuk kami agar Dia menurunkan hujan.' Lalu beliau
mengangkat kedua tangan beliau untuk berdoa sehingga saya lihat putih ketiaknya
“Ya Allah, turunkanlah hujan
kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah
hujan kepada kami.”
Orang-orang pun mengangkat tangan mereka berdoa bersama beliau (Anas tidak
menyebutkan bahwa Rasulullah membalik selendangnya dan tidak menyebutkan bahwa
beliau menghadap ke arah kiblat). Demi Allah, kami tidak melihat segumpal awan
pun di langit. Juga tidak melihat sesuatu pun, padahal antara kami dengan pohon
tidak terdapat rumah atau bangunan yang tinggi). (Dalam satu riwayat Anas berkata, "Dan sungguh langit
seperti kaca.") Lalu dari baliknya muncul awan seperti perisai. Ketika
sampai ke tengah-tengah langit, lalu awan itu mengembang, kemudian turun hujan.
Demi Zat yang jiwa saya di tangan-Nya (di bawah kekuasan-Nya), beliau tidak
meletakkan kedua tangan beliau sehingga awan bergerak seperti gunung. Kemudian
beliau tidak turun dari mimbar sehingga saya melihat air hujan mengalir pada
jenggot beliau. (Dan dalam satu riwayat: maka bertiuplah angin dengan membawa
awan. Kemudian awan itu berkumpul, lalu langit mengembangkan awan yang tidak
membawa hujan. Nabi turun dari mimbar, lalu mengerjakan shalat). Lalu kami
keluar sambil mencebur ke air hingga kami tiba di rumah. (Dalam satu riwayat:
sehingga hampir-hampir seseorang tidak dapat sampai ke rumahnya). Maka, kami
dituruni hujan pada hari itu, esoknya, esok lusa, dan hari hari berikut nya sampai
hari Jumat yang lain tanpa henti. Sehingga, aliran-aliran kota Madinah penuh
dialiri air. (Dan dalam satu riwayat: Maka demi Allah, kami tidak melihat
matahari selama enam hari). Orang kampung itu atau lainnya berdiri (dalam satu
riwayat: masuklah seorang laki laki dari pintu itu pada hari Jumat berikutnya.
Ketika itu Rasulullah sedang berdiri berkhutbah, lalu orang itu menghadap
beliau sambil berdiri), kemudian dia berkata, 'Wahai Rasulullah,
bangunan-bangunan roboh (dalam satu riwayat: rumah-rumah roboh, jalan-jalan
terputus, dan binatang-binatang ternak binasa, para musafir tidak dapat
bepergian, jalan terhalang) dan harta benda terbenam, maka berdoalah kepada
Allah agar menahan hujan itu untuk kami.' Lalu beliau tersenyum, kemudian
mengangkat kedua tangan beliau dan berdoa, “Ya Allah, (hujanilah) sekeliling kami, namun jangan atas kami. Ya
Allah, turunkanlah hujan di atas puncak-puncak gunung dan dataran tinggi, di
perut-perut lembah dan tempat-tempat turnbuhnya tumbuh-tumbuhan.” Beliau tidak menunjukkan kedua tangan
beliau ke suatu awan kecuali terbelah seperti lubang bulat yang luas. (Dalam
satu riwayat: Saya lihat awan menyingkir di sekitar Madinah ke kanan dan ke
kiri seperti kumpulan kambing). (Dan dalam riwayat lain: lalu awan terbelah
dari Madinah seperti terbelahnya kain). Diturunkan hujan di sekeliling kami,
tetapi tidak diturunkan sedikit pun di dalam kota Madinah. Sehingga, kami dapat
keluar dan berjalan di bawah sinar matahari. Allah menampakkan kepada mereka
karamah Nabi-Nya saw. dan mengabulkan doanya. Lembah Qanah mengalir selama
sebulan. Tidak ada seorang pun dari suatu daerah kecuali ia menceritakan hujan
lebat."
(والله أعلم بالصواب)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar