MENGIMANI
ULUHIYYAH ALLAH.
A.
Pengertian
Mengimani Uluhiyyah Allah
Kata Uluhiyyah (ألوهية
) di ambil dari akar kata ilaah ( اله
) dalam arti ma’bud ( معبود) dan mutho’ (مطاع) yakni yang
diibadahi dan ditaati. Kata ilaah digunakan untuk yang diibadahi secara
hak (benar) dan yang diibadahi secara batil (salah). Untuk yang diibadahi atau disembah secara hak Allah SWT berfirman
:
اللَّهُ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
“
Dia-lah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus makhluknya “ ( QS. Al-Baqarah/2 : 255 ).
Sedangkan untuk yang diibadahi atau disembah secara batil,
antara lain Allah berfirman :
أَفَرَأَيْتَ
مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
“
Apakah engkau telah melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya “ ( QS. Al-Jatsiyah/45:23 )
Tetapi kemudian pemakaian kata ilaah lebih dominan
digunakan untuk menyebut sembahan yang hak sehingga maknanya berubah menjadi :
مَنْ
تَأَلَّهَـهُ الْقُلُوْبُ حُبًّا وَتَعْظِيْمًـا وَاِجْلاَلاً
“
Zat yang diibadahi atau disembah sebagai bukti kecintaan, pengagungan dan pengakuan atas kebesaran-Nya
“
Pengertian mengimani Uluhiyyah Allah atau yang biasa disebut
dengan Tauhid Uluhiyyah menurut terminologi syariat Islam adalah :
اِفْرَادُ اللهِ بِالْعِبَـادَةِ وَالطَّـاعَةِ
“ Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan “
Dalam hal ini seorang muslim harus mengimani bahwa hanya
Allah-lah yang berhak diibadahi dan disembah serta tidak melakukan ibadah dan
penyembahan kepada selain Allah. Ibadah meliputi segala hal, baik perkataan
atau perbuatan, lahir atau batin yang dicintai dan diridhoi Allah SWT, seperti
dzikir, membaca Al Qur’an, nadzar, shalat, zakat, menyembelih sembelihan,
berharap, takut dan cinta. Bentuk-bentuk ibadah ini dan semacamnya tidak boleh
diberikan kepada selain Allah.
Memberikan sebagian dari berbagai macam ibadah itu kepada selain Allah berarti
membatalkan iman. Firman Allah :
وَمَا أُمِرُوا
إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus “ (QS. Al-Bayyinah/98 : 5 ).
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(162)لَا شَرِيكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)
“
Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah) “. ( QS. Al-An’am : 162-163 ).
Ayat ini merupakan bantahan kepada orang-orang musyrik yang
menyembah selain Allah dan menyembelih dengan nama selain Allah.
Allah juga membantah orang-orang musyrik yang berdo’a kepada
selain Allah. Firman Allah :
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ
لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ
قِطْمِيرٍ (13) إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا
اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا
يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ (14)
“Yang
(berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang
yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis
kulit ari. Jika
kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat
mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. ( QS.
Fathir/35 : 13-14 )
Allah juga membantah orang-orang musyrik yang mencintai
sesuatu seperti mencintai Allah. Firman-Nya :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
Dan di
antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah/2 : 165 ),
Allah juga membantah orang-orang musyrik yang mohon
perlindungan ( isti’adzah ) kepada selain Allah. Firman-Nya :
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ
يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
Dan
bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka
dosa dan kesalahan. ( QS. Al-Jin/72 : 6 ).
Dalam mengimani Uluhiyyah Allah ini juga, seorang muslim
harus mengimani bahwa hanya Allah-lah yang berhak ditaati, selain Allah tidak
berhak ditaati tanpa seizin-Nya, hal ini karena hanya Allah-lah yang berhak
menentukan aturan dan hukum. Tidaklah sesuatu itu halal kecuali yang telah
dihalalkan Allah, dan tidaklah sesuatu itu haram kecuali yang telah diharamkan
Allah.
Tentang keharusan taat hanya kepada Allah dan tidak boleh
taat kepada selain Allah tanpa seiizin-Nya, Allah berfirman :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ
“
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil
Amri di antara kamu “. ( QS. An-Nisa’/4 : 59 )
Dalam ayat ini lafazh athi’u yang artinya taatilah diulang dua kali, pertama untuk
Allah dan kedua untuk Rasul-Nya. Ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Rasul
adalah ketaatan tersendiri, karena ketaatan kepada Allah tidak akan terlaksana
tanpa ketaatan kepada Rasul. Berbeda dengan Ulil Amri, ketaatan kepada mereka
tidak berdiri sendiri, akan tetapi ketaatan kepadanya berada di dalam ruang
lingkup ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dalam arti selama Ulil Amri itu
tidak memerintahkan kepada maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini Rasulullah
saw. bersabda :
اَلسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَي الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَالمََ ْيُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَاِذَا
أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَطَاعَةَ
“
Seorang muslim wajib mendengar dan taat terhadap perintah yang ia sukai dan tidak disukai,
selama tidak diperitahkan berbuat maksiat. Tapi bila diperintahkan berbuat
maksiat, ia tidak boleh mendengar dan taat “. ( HR Bukhari dan Muslim )
Orang yang rela dengan suatu aturan yang bukan aturan Allah,
dan orang yang berhakim kepada hukum yang bukan hukum Allah dalam keadaan suka
dan kemauan sendiri, berarti ia tidak beriman
kepada Allah, karena ia memberikan ketaatan kepada selain Allah.
Demikian juga orang yang menghukumi dengan suatu aturan yang
bukan aturan Allah dengan keyakinan bahwa aturan itu lebih baik dari aturan
Allah, atau sama, maka orang itu keluar dari keimanan kepada Allah, karena
memberikan ketaatan kepada selain Allah, yang seharusnya hanya diberikan kepada
Allah. Firman Allah :
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا
أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“
Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu orang-orang yang kafir “ ( QS. Al-Maidah/5 : 44 ).
Baca juga QS. Al-Maidah : 45, 47.
Allah mengingkari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib mereka yang menghalalkan sesuatu yang
diharamkan Allah dan mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah. Allah
menghukumi mereka sebagai orang-orang yang menyembah orang-orang alim dan rahib-rahib
tersebut. Firman Allah :
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ
وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
“
Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah “ ( QS. At-Taubah/9 : 31 )
Ayat ini dijelaskan oleh hadits ‘Adi bin Hatim berikut
ini :
وَعَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلّي الله عليه وسلّم يَقْرَأُ هَذِهِ الاَيَةَ ( اِتَّخَذُوْا
اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ) الاية ، فَقُلْتُ
لَهُ : ِانَّا لَسْنَا نَعْبُدُهُمْ ، قَالَ : أَلَيْسَ يُحَرِّمُوْنَ مَااَحَلَّ
اللهُ فَتُحَرِّمُوْنَهُ ، وَيُحِلُّوْنَ مَاحَرَّمَ اللهُ فَتُحِلُّوْنَهُ ؟
" فَقُلْتُ : بَلَى ، قَالَ : " فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ " )رواه
احمد والترمذي وحسّنه(.
Dari
‘Adi bin Hatim bahwa ia mendengar Rasulullah Saw membaca ayat ( اِتَّخَذُوْا اَحْبَارَهُمْ
وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ) lalu ia berkata : Kami tidak menyembah
mereka. Rasulullah bersabda : “ Bukankah mereka mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah lalu kalianpun mengharamkannya, dan bukankah mereka menghlalkan
apa yang diharamkan Allah, lalu kalianpun menghalalkannya ? “. ‘Adi berkata :
Ya, betul. Rasulullah bersbda : “ Itulah bentuk beribadah kepada mereka “. ( HR
Ahmad dan Tirmidzi).
B.
Kedudukan
Mengimani Uluhiyyah Allah
Mengimani Uluhiyyah Allah atau Tauhid Uluhiyyah mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal
berikut ini :
1.
Tauhid Uluhiyyah merupakan
esensi Agama Islam. Karena hakekat Islam adalah
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah melalui beribadah dan taat hanya
kepada-Nya. Orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah adalah muslim.
Orang menyerahkan diri kepada Allah dan kepada selain Allah adalah musyrik.
Orang yang tidak mau menyerahkan diri kepada Allah adalah mustakbir (
orang yang sombong ), yang tidak mau beribadah kepadanya. Orang musyrik dan
mustakbir ( orang yang sombong untuk beribadah kepada Allah adalah kafir.
2.
Tauhid Uluhiyyah merupakan
tujuan dari penciptaan manusia. Ini sesuai dengan firman Allah :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
“ Dan tiadalah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan
hanya untuk menyembah-Ku “ ( QS.
Adz-Dzariyat/51 : 56 )
3.
Tauhid
Uluhiyyah merupakan hakekat da’wah para Rasul.
Firman Allah :
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tiadalah Kami mengutus seorang Rasul
pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tiada Tuhan
selain aku, maka sembahlah Aku
.” ( QS. Al-Anbiya’/21 : 25 )
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Rasul pada tiap-tiap umat ( untuk
menyerukan ) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut.” ( QS.
An-Nahl/16 : 36)
4. Kewajiban pertama dalam berdakwah.
Dalam
hadits :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ مُعَاذًا
قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ
تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ
افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي
فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ
أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا
وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ . وَفِيْ رِوَايَةٍ : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
(متفق عليه)
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Muadz
r.a berkata : Aku diutus oleh Rasulullah s.a.w. Beliau bersabda : Engkau akan
mendatangi golongan Ahli Kitab, oleh itu ajaklah mereka supaya menyaksikan
bahwa tidak ada ilaah kecuali Allah dan bahwa aku utusan Allah. Jika mereka
menerima Dua Kalimah Syahadat tersebut, ajarkanlah mereka bahwa Allah
mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jikaa mereka tetap
mentaati perintah tersebut, ajarkanlah pula kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan kepada mereka agar mengeluarkan zakat, yang diambil dari orang-orang
kaya, dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka tetap
mentaatinya, berhati-hatilah terhadap
harta mereka dan takutlah doa orang yang teraniaya, karena doa mereka
dikabulkan.
Dan dalam riwayat
lain : Supaya mereka mentauhidkan Allah Ta'ala. (Muttafaq 'alaih)
Firman Allah :
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tiadalah Kami mengutus seorang Rasul
pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tiada Tuhan
selain aku, maka sembahlah Aku
.” ( QS. Al-Anbiya’/21 : 25 )
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Rasul pada tiap-tiap umat ( untuk
menyerukan ) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut.” ( QS.
An-Nahl/16 : 36)
Sekalipun sudah jelas betapa pentingnya kedudukan Tauhid
Uluhiyyah, masih banyak orang yang tidak mengetahui hakikat dan substansinya.
Mereka menyamakan Tauhid Uluhiyyah dengan Tauhid Rububiyyah yang nota bene juga
dipercaya oleh kaum Musyrikin. Akibatnya banyak orang yang sesat karena mereka
terjerumus ke dalam berbagai bentuk syirik atau sarana yang mengantar mereka
kepada syirik. Alasannya mereka tidak menentang Rububiyyah atau ketuhanan Allah
SWT, Tuhan semasta alam.
Oleh karena itu perlu ada penjelasan tentang perbedaan
antara Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah.
C.
Perbedaan
Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah
Perbedaan-perbedaan itu dapat diringkas pada poin-poin berikut :
Pertama : Perbedan akar kata. Kata Rububiyyah
diambil dari salah satu nama Allah, yaitu Rabb, sedangkan kata Uluhiyyah
diambil dari akar kata ilah.
Kedua : Tauhid Rububiyyah terkait dengan
masalah-masalah kauniyah ( alam) seperti
: menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan dan semacamnya. Sedang
Tauhid Uluhiyyah terkait dengan perintah dan larangan seperti : wajib, haram,
makruh dan lainnya.
Ketiga : Kaum musyrikin meyakini kebenaran
Tauhid Rububiyyah tetapi menolak mengakui Tauhid uluhiyyah. ( Baca QS Az-Zumar
: 3, QS Shad : 5 ).
Keempat : Substansi Tauhid Rububiyyah bersifat
ilmiah (pengetahuan) sedang substansi Tauhid Uluhiyyah bersifat amaliah ( aplikatif
).
Kelima : Tauhid Uluhiyyah adalah konsekwensi
pengakuan terhadap Tauhid Rububiyyah. Maksudnya, Tauhid Uluhiyyah itu berada di
luar Tauhid Rububiyyah, tetapi Tauhid Rububiyyah tidak dianggap teraplikasi
dengan benar kecuali bila dilanjuti dengan Tauhid Uluhiyyah. Dan bahwa Tauhid
Uluhiyyah sekaligus mengandung pengakuan atas Tauhid Rububiyyah, dalam artian
bahwa Tauhid Rububiyyah merupakan bagian dari Tauhid Uluhiyyah.
Keenam : Tidak semua yang beriman pada Tauhid
Rububiyyah itu otomatis menjadi Muslim , tetapi semua yang beriman pada Tauhid
Uluhiyyah otomatis menjadi Muslim.
Ketujuh : Tauhid Rububiyyah adalah pengesaan
Allah SWT dengan perbuatan-perbuatan-Nya sendiri, sepeti mengesakan Dia sebagai
Pencipta dan semacamnya. Sedang Tauhid Uluhiyyah adalah pengesaan Allah SWT dengan
perbuatan-perbauatan hamba-Nya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, cinta,
benci, rasa harap, rasa takut, rasa cemas dan semacamnya.
(والله أعلم بالصواب)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar