Rabu, 28 Maret 2012

Hukum Wudhu

HUKUM WUDHU
(KAJIAN TAFSIR SURAT AL-MAIDAH : 6)


A.   TEKS  AYAT

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
B.    MAKNA MUFRADAT
إِذا قُمْتُمْ  : apabila kamu hendak mengerjakan shalat sedangkan kamu dalam keadaan berhadats.
وُجُوهَكُمْ : وُجُوهَ jama’ dari وجه = muka, yaitu mulai dari rambut sebelah muka atau dahi sampai dengan dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.
الْمَرافِقِ  : jama’ dari مرفق  : siku
وَامْسَحُوا بِرُؤُسِكُمْ  : huruf  ba’ pada   punya arti menempelkan, yakni tempelkan sapuan dengan tangan ke kepala tanpa mengalirkan air.
الْكَعْبَيْنِ : dua mata kaki.
جُنُباً  : dalam keadaan junub disebabkan jima’ atau keluar seperma.
فَاطَّهَّرُوا  : maka mandilah.
ُنُباً
C.  TERJEMAH AYAT
 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
[403]. Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
[404]. Artinya: menyentuh. Menurut jumhur ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin ialah: menyetubuhi.
D. SEBAB TURUN AYAT
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang isinya antara lain: bahwa dalam suatu perjalanan, kalung Aisyah yang hilang di tempat yang bernama: Baida, sehingga terpaksa rombongan Nabi bermalam di tempat itu. Pada waktu subuh Rasulullah bangun lalu mencari air untuk berwudu tetapi beliau tidak mendapat air, maka turunlah ayat ini.
E. MUNASABAH AYAT
Ada dua janji antara seorang hamba dengan Robbnya : janji rububiyyah dan janji ketaatan. Setelah Allah memenuhi janji yang pertama kepada hamba, yaitu dengan menjelaskan yang halal dan haram dalam makanan dan perkawianan, maka Allah meminta kepada hamba untuk memenuhi janji yang kedua, yaitu janji ketaatan. Ketaatan yang paling besar setelah keimanan adalah shalat. Shalat tidak akan sah kecuali dengan bersuci (thaharah). Oleh karena itu Allah menyebutkan fardhu-fardhu wudhu. Abu Daud, Ahmad, dan Baihaqi meriwayatkan dari Jabir dari Nabi saw, beliau bersabda yang artinya : “Kunci surge adalah shalat, dan kunci shalat adalah bersuci”. 
F. TAFSIR/PENJELASAN AYAT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ/ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat sedangkan kamu dalam keadaan berhadats –batasan ini disebutkan dalam hadits-, maka berwudhulah, sebab Allah tidak menerima shalat tanpa wudhu.
Jika yang mau mengerjakan shalat dalam keadaan berhadats, ia wajib berwudhu sesuai dengan sabda Rasulullah saw : “لا يقبل اللّه صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ /Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu jika ia berhadats sampai ia berwudhu”. (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Tapi jika dalam keadaan berwudhu, maka ia sunnah berwudhu. Sabda Rasululah saw : “الوضوء على الوضوء نور على نور /Wudhu di atas  wudhu adalah cahaya di atas cahaya”. (HR. Rozin).
Fardhu (rukun) wudhu sebagaimana disebutkan dalam ayat ada 4 (فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ / , maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki), yaitu :
1. Membasuh muka, yaitu mulai dari rambut sebelah muka atau dahi sampai dengan dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.
2. Membasuh dua tangan dengan air bersih mulai dari ujung jari sampai dengan dua siku.
3. Menyapu kepala, cukup menyapu sebahagian kecil dari kepala menurut mazhab Syafii. (Menurut mazhab Maliki: harus menyapu seluruh kepala, sedang menurut mazhab Hanafi: cukup menyapu seperempat kepala saja.)
4. Membasuh dua kaki mulai dari jari-jari sampai dengan dua mata kaki. Kesemuanya itu dengan menggunakan air.
Perbedaan membasuh dengan menyapu adalah : membasuh  adalah mengalirkan air  pada sesuatu (yang dibasuh) agar kotoran yang ada padanya hilang, sedangkan menyapu adalah menyentuh sesuatu yang disapu dengan tangan yang basah.
Sedang dua rukun lagi yang diambil dari Hadis ialah:
a. Niat, pekerjaan hati dan tidak disebutkan dalam ayat ini tetapi niat itu diharuskan pada setiap ibadah sesuai dengan hadis: “إنما الأعمال بالنيات  /"Sesungguhnya segala amalan adalah dengan niat".
(H.R. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab)
b. Tertib, artinya mengurutkan pekerjaan tersebut di atas sesuai dengan urutan yang disebutkan Allah dalam ayat ini. Tertib itu tidak disebutkan dengan jelas di dalam ayat ini tetapi demikianlah Nabi melaksanakannya dan sesuai pula dengan sabdanya yang berbunyi  : “ابدأوا بما بدأ الله   /Kamu mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah”. (H.R. An Nasa'i dari Jabir bin Abdillah)
Adapun berkumur-kumur dan menghisap serta mengeluarkan air dari hidung berdasarkan dalil hukumnya sunnah.
Sesudah itu, Allah menerangkan wajibnya seseorang mandi disebabkan junub (وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا / dan jika kamu junub maka mandilah,). Yang termasuk junub adalah :
    1. Keluarnya mani
    2. Jimak (bersetubuh)
    3. Haid
    4. Nifas
    5. Wiladah (beranak)
    6. Mati (orang yang hidup wajib memandikan yang mati).
Orang-orang yang terkena salah satu dari (1) sampai (6) dinamakan orang yang berhadats besar,  wajib mandi dan berwudu barulah boleh shalat.
Orang-orang yang berhadas kecil yang wajib berwudu saja, yaitu disebabkan :
    1. Keluar sesuatu dari lubang buang air kecil dan buang air besar
    2. Bersentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram, antara keduanya tanpa lapis. (Sebagian ulama seperti mazhab Hanafi berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengan kulit perempuan tidak membatalkan wudu)
    3. Tidur yang tidak memungkinkan ia tahu jika sekiranya keluar angin dari duburnya
    4. Hilang akal karena mabuk, gila dan sebagainya
    5. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan atau menyentuh lubang pantat.
    6. Murtad (keluar dari agama Islam).
Setelah Allah menjelaskan wajib menggunakan air dalam berwudhu dan mandi ketika mau shalat, Allah menjelaskan bahwa kewajiban menggunakan air itu terikat dengan dua hal : adanya air dan mampu menggunakan air tanpa menimbulkan bahaya. Jika orang yang mau mengerjakan shalat dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan yang tidak mendapatkan air, maka Allah memberikan kemurahan kepadanya untuk bertayammum lantaran hadats kecil dan hadats besar. Inilah yang disebutkan dalam ayat :  (وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ / dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Dalam ayat ini Allah menyebutkan 4 hal yang membolehkan tayammum :
1. dalam keadaan sakit yang tidak bisa menggunakan air karena dikhawatirkan akan memberatkan penyakit.
2. dalam perjalanan yang tidak mendapatkan air (sebetulnya perjalanan itu tidak dimaksud dalam ayat ini, tapi yang dimaksud adalah tidak adanya air, karena biasanya dalam perjalanan orang sulit mendapatkan air).
3. dalam keadaan berhadats kecil yang diungkapkan dengan kembali dari tempat buang air (kakus). Asal arti (الْغَائِطِ) adalah tempat yang rendah dari permukaan tanah. Yaitu kiasan dari buang air besar atau kecil.
4. persentuhan kulit laki-laki dengan  perempuan, yang oleh Ali, Ibnu Abbas dan lainnya dari kalangn sahabat, dan sebagian ulama fiqh diartikan jima’; dan oleh Umar dan Ibnu Mas’ud, dan sebagian ulama fiqh diartikan dengan persentuhan kulit biasa.
Cara tayammum  ialah dengan meletakkan kedua belah telapak tangan kepada debu tanah yang bersih lalu disapukan ke muka, kemudian meletakkan lagi kedua telapak tangan ke atas debu tanah yang bersih, lalu telapak tangan yang kiri menyapu tangan kanan mulai dari belakang jari-jari tangan terus ke pergelangan sampai dengan siku dari siku turun ke pergelangan tangan lagi untuk menyempurnakan penyapuan yang belum tersapu, sedang telapak tangan yang sebelah kanan yang berisi debu tanah jangan diganggu untuk disapukan pula ke tangan sebelah kiri dengan cara yang sama seperti menyapu tangan kanan. Demikianlah cara Nabi bertayamum.
Menyapu tangan dengan debu sampai siku ini adalah pendapat madzhab Hanafi dan Syafi’I karena tayammum adalah pengganti wudhu, sebagaimana dalam wudhu membasuh tangan sampai siku, maka dalam tayammum juga menyapu tangan sampai siku. Juga berdasarkan hadits mauquf dari Ibnu Umar : “التيمم ضربتان: ضربة للوجه، وضربة لليدين إلى المرفقين /Tayammum itu dua tepukan, pertama untukwajah, dan kedua untuk kedua tangan sampai kedua siku”
Kemudian di akhir ayat Allah swt  berfirman : (مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ / Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur). Pada akhir ayat ini Allah menyebutkan hikmah disyari’atkannya wudhu dan tayammum, yaitu memberikan kemudahan kepada manusia dan menghilangkan kesulitan dari mereka. Sekali-kali Allah tidak menginginkan kesulitan dalam syari’atnya tentang wudhu, mandi, dan tayammum, karena Allah Maha Pengasih dan Penyayang terhadap mereka.
Apa yang disyariatkan Allah pasti akan membawa kebaikan dan manfaat bagi mereka. Yang diinginkan Allah adalah membersihkan mereka dari segala kotoran fisik dan kotoran non fisik dengan menghilangkan rasa malas dan lesu setelah junub, membangkitkan semangat, membuat jiwa bersih dan tenang dalam bermunajat kepada Allah. Allah juga menginginkan untuk menyempurnakan nikmat-Nya kepada mereka dengan memadukan antara kesucian fisik dengan kesucian rohani, menjelaskan cara ibadah, agar mereka dapat menunaikan syukur dan terus bersyukur yang diwajibkan kepada mereka atas nikmat yang Allah berikan kepada mereka.

G. PELAJARAN YANG TERKANDUNG DALAM AYAT
  1. Perintah bersuci dan penjelasan tatacara berwudhu, mandi, dan tayammum.
  2. Penjelasan tentang uzur yang dapat memindahkan dari wudhu ke tayammum.
  3. Penjelasan tentang hal-hal yang menyebabkan wudhu dan mandi.
  4. Syukur merupakan alasan pemberian nikmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar