KEWAJIBAN SHAUM BAGI KAUM MUSLIMIN
(KAJIAN SURAT AL-BAQARAH : 183-185)
(KAJIAN SURAT AL-BAQARAH : 183-185)
TEKS AYAT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184) شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185)
TERJEMAH AYAT
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
MAKNA MUFRADAT
(كُتِبَ) : فرض : diwajibkan.
(الصِّيامُ ) : shaum menurut bahasa adalah menahan diri dari sesuatu dan meninggalkannya.
Menurut syara’ : shaum adalah menahan diri dari makan, minum, dan bercampur suami isteri mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan niat mencari ridha Allah, dan menyiapkan diri untuk bertkwa kepada Allah.
(كَما كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ / sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu) : yakni dalam kewajiban shaum. Pendapat lain : kadarnya. Pendapat lain mengatakan : caranya dengan menahan diri dari makan dan minum. Pendapat pertama adalah lebih kuat. Sebab cukup dalam memahami ayat bahwa Allah telah mewajibkan shaum kepada umat sebelum kita. Ini bisa diterima oleh penganut agama-agama. Tidak diragukan lagi shaum telah disyariatkan pada seluruh agama, sampai-sampai pada penyembah berhala. Shaum sudah dikenal bagi orang-orang Mesir Kuno, Yunani, Romawi, dan India.
(تَتَّقُونَ ): yakni takut kemaksiatan, karena shaum dapat memecahkan syahwat yang merupakan titik tolak maksiat; dapat menyebabkan taqwa; mengekang hawa nafsu, megusir keangkuhan, kesombongan, dan perbutan keji; dan dapat merendahkan kesenangan dunia.
(أَيَّاماً مَعْدُوداتٍ ) : sesungguhnya semua hari yang diwajibkan shaum di sini adalah Ramadhan. Jadi firman Allah (أَيَّاماً مَعْدُوداتٍ ) maksudnya adalah Ramadhan. Inilah pendapat Ibnu Abi Laila dan kebanyakan ahli tafsir. Disifati dengan (مَعْدُوداتٍ) untuk memudahkan bagi mukallaf bahwa hari-hari ini dapat dihitung.
(يُطِيقُونَهُ) : yakni menanggungnya dengan berat dan payah. Ini dikuatkan dengan qiraat (يطوقونه). Hal ini seperti orang yang sudah tua pikun, wanita hamil dan menyusui, orang yang sakit yang tidak ada harapan sembuh.
(فِدْيَةٌ) : fidyah adalah memberi makan kepada seorang miskin untuk satu hari shaum yang ditinggalkan sama dengan makanan yang diberikan kepada keluarganya dalam ukuran sedang, yaitu satu mud atau sama dengan 675 g.
(مَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً ) : yakni dengan tambahan dari kadar yang disebutkan dalam fidyah.
(فَهُوَ خير له) : maka tambahan itu lebih baik. Dan shaum itu lebih baik dari pada berbuka dan fidyah.
(إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ) : bahwa hal itu adalah lebih baik bagimu, maka lakukanlah shaum itu pada hari-hari itu.
(أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ / yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran) : yakni dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam Lailatul qadar.
(هُدىً/ sebagai petunjuk) : yakni menunjukkan dari kesesatan.
(وَبَيِّناتٍ/ dan penjelasan-penjelasan) : yakni ayat-ayat yang jelas.
(مِنَ الْهُدى / mengenai petunjuk itu ) : yakni yang dapat menunjukkan pada hukum-hukum yang benar.
(و الْفُرْقانِ /dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) : yakni yang dapat membedakan antara yang hak dan yang bathil.
(فَمَنْ شَهِدَ / Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir ) : yakni dia hadir, berada di tempat tinggalnya, bukan sedang dalam keadaan musafir.
(الْيُسْرَ / kemudahan) : yakni kemudahan dan keringanan dengan dibolehkan berbuka bagi orang yang sedang dalam keadaan sakit dan dalam perjalanan. Orang yang sakit dan dalam perjalanan memilih yang paling mudah baginya. Itu lebih utama baginya.
Ayat (يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ) merupakan pemberian alasan terhadap sebelumnya. Yakni : Allah menghendaki dari rukhshah (dispensasi) dalam shaum yang disyri’atkannya dan hukum-hukum lain adalah bahwa agama kalian itu mudah tidak ada kesulitan. Ini merupakan dorongan dalam rukhshah.
(وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ ) lam di sini untuk pemberian alasan mengikuti firman sebelumnya (يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ). Seolah-olah Allah berfirman : Allah memberikan rukhshah kepada kamu sekalian dalam keadaan sakit dan perjalanan, karena Dia menghendaki kemudahan bagi kalian, dan agar kalian mencukupkan bilangannya. Jika kalian tidak dapat mencukupkannya pada waktunya karena alasan sakit dan perjalanan, maka cukupkanlah setelahnya dengan membayar yang tidak dicukupkan pada waktunya, Allah mensyari’atkan qadha (membayar kewajiban yang tidak dilaksanakan pada waktunya) dalam keadaan sakit dan perjalanan.
(وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ / dan hendaklah kamu mengagungkan Allah) ketika bilangannya dicukupkan.
(عَلى ما هَداكُمْ / atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu) berupa hukum-hukum yang bermanfaat dengan menyebut keagungan dan kebesaran-Nya, hikmah, dan perbaikan terhadap hamba-hamba-Nya. Dia mendidik mereka dengan hukum-hukum yang dikehendaki-Nya, memberikan pelajaran kepada mereka dengan tugas-tugs yang dipilih-Nya.
(وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ/ supaya kamu bersyukur) kepada Allah atas nikmat semua ini, dan memberikan hak pada kewajiban yang bersifat azimah (kewajiban asal sebelum rukhsahah) dan rukhshah.
SEBAB NUZUL AYAT
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muadz bin Jabal ra bahwa ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw datang ke Medinah, lalu melakukan shaum hari asyura’ dan 3 hari setiap bulan. Kemudian Allah swt mewajibkan shaum di bulan Ramadhan. Allah menurunkan ayat (ياأيها الذين آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصيام ) sampai firman-Nya (وَعَلَى الذين يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ). Waktu itu orang yang mau melakukan shaum dan orang yang mau tidak melakukannya dan memberi makan kepada orang miskin. Kemudian Allah mewajibkan shaum bagi orang yang sehat dan tidak melakukan perjalanan. Dan ditetapkan memberikn makanan bagi orang yang tua yang tidak mampu shaum, lalu Allah menurunkan ayat (فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ . . . )
Diriwayatkan dari Salamah bin Akwa’, ia berkata : Ketika ayat ini turun (وَعَلَى الذين يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ), maka di antara kami yang mau, dia shaum, dan yang mau, dia tidak shuam dengan membayar fidyah, sampai turun ayat yang sesudahnya dan menghapusnya (فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ).
MUNASABAH AYAT
Ayat-ayat ini turun dalam konteks penyebutan hukum-hukum syara’. Sebelumnya disebutkan hukum tentang qishash dan wasiat.
TAFSIR DAN PENJELASAN AYAT
¢ (ياأيها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كَمَا كُتِبَ عَلَى الذين مِن قَبْلِكُمْ) . Allah telah mewajibkan shaum atas kamu sebagaimana telah mewajibkannya atas orang-orang yang beriman penganut agama-agama yang lain sejak Nabi Adam as. Allah memanggil mereka dengan sifat iman yang sesuai dengan ketundukan. Dia menerangkan bahwa shaum telah diwajibkan atas seluruh manusia sebagai dorongan untuk melakukannya ; dan bahwa kewajiban yang berat apabila diwajibkan secara menyeluruh, maka akan terasa ringan melakukannya, nyaman dan tenteram karena merasa ada keadilan dan persamaan.
¢ Kemudian shaum dapat mensyucikan jiwa, menyebabkan ridha Allah, menghantarkan pada takwa kepada Allah baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, membina kehendak, mengajarkan kesabaran, dapat memikul yang berat, mengendalikan jiwa dalam hal-hal yang tidak disukai dan meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsu. Nabi saw bersabda (الصوم نصف الصبر/shaum adalah setengah kesabaran.)
¢ Shaum dapat menyiapkan takwa bisa dilihat dari beberapa segi, di antaranya :
Mendidik jiwa untuk takut kepada Allah, baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan; karena tidak ada yang mengawasi orang yang sedang berpuasa selain Allah. Jika ia merasa lapar atau sangat haus, mencium bau makanan yang enak, membayangkan sejuknya air, maka ia bisa menahan diri dari hal yang membatalkan puasanya karena takut kepada Allah. Allah berfirman : [إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذا مَسَّهُمْ طائِفٌ مِنَ الشَّيْطانِ، تَذَكَّرُوا فَإِذا هُمْ مُبْصِرُونَ / Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS. Al-A’raf:201)] .
Dapat memecahkan tajamnya syahwat, mengurangi pengaruhnya, sehingga ia kembali pada keseimbangan sebagaimana sabda Rasulullah saw kepada orang yang tidak mampu nikah : [«.. ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاء/… dan barangsiapa yang tidak mampu nikah, maka ia hendaklah berpuasa, karena puasa dapat memecahkan gejolak nafsunya”. (HR. Jamaah ahli hadits)] . Sabda Rasulullah saw yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’I : [الصوم جنّة/shaum itu merupakan prisai.]. Yakni menjaga dari maksiat.
Mendatngkan perasaan belas kasihan yang mendorong untuk memberi. Ketika seseorang lapar, ia ingat orang-orang yang susah yang tidak mendapatkan makanan. Jadi shaum dapat membawa mereka untuk menyantuni mereka.
Dalam shaum terkandung makna persamaan antara si kaya dan si miskin, antara bangsawan dan orang biasa dalam menunaikan satu kewajiban.
Membiasakan hidup disiplin, mengendalikan kehendak di antara waktu sahur sampai berbuka pada satu waktu, mewujudkan sikap ekonomis apabila adab-adab puasa dilaksanakan.
Menguatkan kesehatan, membersihkan fisik dari sisa-sisa pembakaran makanan yang berbahaya, mengistirahatkan anggota tubuh, menguatkan ingatan dan daya konsentrasi. Ini dirangkum oleh sabda Rasulullah saw : [صوموا تصحوا/Berpuasalah, niscaya kamu sehat. (HR. Abu Na’im]. Ini terjadi biasanya setelah tiga atau empat hari pertama setelah seseorang terbiasa melakukan puasa.
¢ Semua manfaat ini jika dalam puasa seseorang memperhatikan adab-adab puasa dalam berbuka, sahur dan makan. Juga dengan menjaga lisan, penglihatan, pendengarana dari hal-hal yang diharamkan.
¢ (أَيَّاماً مَعْدُوداتٍ ). Puasa dibatasi pada hari-hari yang telah ditentukan, yang jumlahnya sedikit, yaitu satu bulan dalam setahun. Ini biasanya berjalan dengan cepat, karena hari-hari Ramadhan penuh dengan keberkhan dan kebaikan sebagaimana disabdakan Rasulullah saw : [أوله رحمة، وأوسطه مغفرة، وآخره عتق من النار/Awalnya rahmat, tengahnya ampunan, dan akhirnya dibebaskan dari neraka. (HR. Ibnu Khuzaimah)]. Rasulullah saw juga bersabda : [لو علمت أمتي ما في رمضان من الخير، لتمنت أن يكون السنة كلها/Seandainya umatku mengetahui kebaikan yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya mereka mengharapkan satu thaun itu Ramadhan seluruhnya. (HR. thabrani dan yang lainnya)]
¢ Jadi yang dimaksud dengan “beberapa hari yang tertentu” menurut pendapat kebanyakan para peneliti (Ibnu Abbas, Husein, dan Abu Muslim) adalah bulan Ramadhan.
¢ (فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ /Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.) Shaum tidak wajib kecuali bagi orang yang mampu, sehat, dan tidak melakukan perjalanan. Adapun bagi orang yang dalam perjalanan dan sakit berat yang sulit melakukan shaum dibolehkan berbuka (tidak shaum), keduanya harus mengqadha pada hari-hari lain pada tahun itu, karena sakit dan perjalanan jauh yang dibolehkan mengqashar shalat (yaitu 89 km) merupakan kesulitan, sedangkan kesulitan membawa pada kemudahan sebagaimana firman Allah : (يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ، وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ/ Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.).
Standar perjalanan adalah dengan binatang yang sedanga pada zaman dahulu, bukan dengan sarana transportasi cepat sekarang ini.
Sebagian ulama ada yang menentukan dengan 3 mil sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahamd, Muslim dan Abu daud dari Anas : [كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ ثَلَاثَةِ فَرَاسِخَ - شُعْبَةُ الشَّاكُّ - صَلَّى رَكْعَتَيْنِ /ِِAdalah Rasulullah saw apabila melakukan perjalanan tiga mil atau tiga farsakh-Syu’bah (perawi hadits) ragu-ragu-, melakukan shalat 2 rakaat (mengqashar shalat}. (catatan :1mil adalah 1848 m, dan satu farsakh adalah 3 mil atau 5544 m). Jadi standarnya adalah jarak tempuh, bukan waktu tempuh.
Ulama madzhab Hanafi menentukan jarak perjalanan 3 hari.
Jumhur ulama menentukannya dengan perjalanan 2 hari sedang, yaitu perjalanan 16 farsakh atau 48 mil, yaitu menyamai 89 km, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : (يَا أَهْلَ مَكَّةَ لا تَقْصُرُوا الصَّلاةَ فِي أَدْنَى مِنْ أَرْبَعِ بُرُدٍ مِنْ مَكَّةَ إِلَى عُسْفَانَ/Wahai Penduduk Mekah, janganlah mengqashar shalat kurang dari 4 burd, yaitu dari Mekah ke ‘Usfan). 4 burd = 16 farsakh.
Kebanyakan ulama (Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i) berpendapat bahwa puasa lebih utama dari berbuka jika tidak ada kesulitan. Sedangkan menurut Imam Ahmad dan Auza’i berpendapat bahwa berbuka lebih utama dari pada puasa karena melaksanakan rukhshah.
Menurut pendapat jumhur ulama (selain madzhab Hanbali) disyaratkan bagi boleh berbukanya seorang musafir pada permulaan perjalanannya, jika perjalanannya sebelum terbit fajar. Kalau seseorang yang tidak dalam perjalanan di pagi hari dalam keadaan shaum , lalu ia melakukan perjalanan, maka ia tidak boleh berbuka karena mengikuti keadaan tidak bepergian. Karena itulah dasarnya. Sedangkan ulama-ulama madzhab Hanbali tidak mensyaratkan hal ini, tetapi uatamanya ia berpuasa untuk keluar dari perbedaan pendapat.
¢ (وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ/Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin)Orang yang merasa berat dalam melakukan puasa seperti orang yang sudah tua renta dan orang yang sakit akut boleh berbuka, tidak wajib mengqadha, tapi wajib membayar fidyah. Bagi wanita hamil dan menyusui jika khawatir pada anaknya saja menurut Imam Syafi’i dan Ahmad wajib qadha dan membayar fidyah. Dan jika khawatir pada dirinya dan anaknya, maka ia wajib qadha saja. Fidyah adalah memberi makanan kepada orang miskin.
¢ (فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ / Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya). Yakni orang dengan kerelaan hati menambahi fidyahnya dari memberi makan seorang miskin satu hari itu lebih baik baginya dan lebih banyak pahalanya. Tathawwu’ a(kerelaan hati) adalah dengan memberi makan lebih dari seorang miskin dalam satu hari, atau memberi makan melebihi dari ukuran yang wajib, atau melakukan shaum bersama-sama fidyah.
¢ (وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ/ Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui). Yakni berpuasanya orang-orang yang mempunyai uzur adalah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahui aspek kebaikan pada puasa dan kemaslahatannya bagi manusia, jika puasa itu tidak membahayakan mereka. Sesuai dengan hadits bahwa Abu Umamah bertanya kepada Nabi saw : perintahkanlah kepadaku suatu perkara yang akan saya laksanakan. Nabi bersabda : “Berpuasalah, karena puasa itu tidak ada bandingannya”.
¢ (شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ / Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda {antara yang hak dan yang batil}). Maksud ayat ini adalah Allah menjelaskan bahwa beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan yang penu berkah. Pada bulan Ramadhan itu dimulai turunnya al-Qur’an yang terus turun secara berangsur-angsur dalam tempo 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia ke jalan yang lurus, ayat-ayatnya jelas tidak mengandung hal yang samar, merupakan pembeda antara yang hak dan yang batil.
Sebagian ulama menafsirkan turunnya al-Qur’an pada bulan Ramadhan dengan turunnya pada malam lailatur qadar dari lauh mahfuzh ke langit dunia. Lailatul qadar pada bulan Ramadhan lebih baik dari seribu bulan.
Hikmah disebutkannya (وَبَيِّناتٍ مِنَ الْهُدى وَالْفُرْقانِ ) setelah (هُدىً لِلنَّاسِ) adalah untuk menunjukkan bahwa petunjuk ada dua jenis : petunjuk yang jelas dan nyata yang dipahami akal biasa sejak pertama, dan ada petunjuk yang tidak diketahui kecuali oleh orang-orang tertentu. Petunjuk jenis pertama adalah yang banyak faidahnya.
¢ (فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ/Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu) . Yakni barangsiapa di antara kamu hadir (berada) di tempat tinggalnya di bulan Ramadhan dalam keadaan sehat, tidak dalam keadaan sakit dan bepergian, maka ia wajib berpuasa, karena puasa merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Dan barangsaiapa yang tidak menyaksikan bulan seperti yang tinggal di kutub yang setiap setengah tahun siang sama dengan malam, yaitu di kutub utara setengah tahun malam terus, sementara di kutub selatan siang terus, maka mereka memperkirakan bulan Ramadhan dengan negeri yang paling dekat dan dalam keadaan normal, atau sesuai dengan Mekah dan Madinah yang merupakan tempat pembentukan hukum.
¢ (وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ/dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.). Dalam ayat ini Allah mengulangi penekanan rukhshah (dispensasi) untuk berbuka puasa, sehingga tidak ada dugaan bahwa kewajiban puasa bersifat umum setelah firman Allah (فَلْيَصُمْهُ) dan setelah penjelasan keistimewaan dan pentingnya puasa. Karena Allah mengehendaki pada setiap hukum yang disyari’atkan, termasuk boleh berbuka bagi yang punya uzur, terwujudnya kemudahan bagi manusia dan tidak adanya kesulitan bagi mereka. Allah memerintahkan bagi orang-orang yang punya uzur karena sakit dan perjalanan untuk dan semacamnya untuk menqadha atau membayar fidyah, karena Dia menghendaki tercukupinya bilangan bulan. Juga agar kita mengagungkan dan mensyukuri seluruh nikmat Allah, termasuk diberikannya hak masing-masing azimah dan rukhsahah.
PELAJARAN DAN KANDUNGAN AYAT
Ayat-ayat di atas mencakup beberapa hukum, secara singkat dapat disebutkan :
- Shaum (puasa) mempunyai keutamaan yang agung.
- Puasa menyiapkan jiwa menjadi jiwa yang bertakwa karena puasa dapat melemahkan hawa nafsu.
- Orang yang sakit dan dalam perjalanan boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Sakit yang membolehkan tidak berpuasa menurut kebanyakan ulama adalah sakit menyebabkan bahaya pada pisik atau bertambah beratnya penyakit menurut dugaan kuat.
- Orang yang sakit dan musafir pada dasarnya wajib berpuasa, hanya saja diberikan dispensasi untuk tiak berpuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar