Rabu, 23 Mei 2012

Pendidikan Intelektual


PENDIDIKAN INTELEKTUAL
DALAM PERSEPEKTIF TAFSIR QS. AL-ISRA’ : 36
(oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)



A.    TEKS AYAT
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
B.     TERJEMAH AYAT
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
C.    MAKNA MUFRODAT
وَلا تَقْفُ : janganlah kamu mengikuti
 وَالْفُؤادَ : القلب : hati
كان عنه مسئولاً : akan diminta pertanggungan jawabnya, yakni tentang satu persatu dari indera ini pada hari kiamat.

D.    MUNASABAH AYAT
Setelah  pada ayat sebelumnya (ayat 35-36) Allah menyebutkan tiga perintah, maka pada ayat berikutnya  Allah kembali menyebutkan  larangan. Allah menyebutkan tiga larangan, yang pertama adalah pada ayat 36 ini Allah menyebutkan satu larangan, yaitu larangan mengikuti suatu perkataan atau perbuatan yang tidak kita ketahui.
E.     TAFSIR/PENJELASAN AYAT
Pada permulaan ayat 36 ini Allah  SWT melarang kaum Muslimin mengikuti perkataan ataupun perbuatan yang mereka tidak mengetahui kebenarannya (وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ / Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya). Larangan ini mencakup seluruh kegiatan manusia itu sendiri dari perkataan dan perbuatan.
Untuk mendapat keterangan lebih jauh dari kandungan ayat ini, perlulah dikemukakan pendapat-pendapat dari kalangan mufassirin sebagai berikut:
1. Ibnu Abbas berkata: "Jangan memberi kesaksian, kecuali apa yang telah engkau lihat dengan kedua mata kepalamu, dan apa yang kau dengar dengan telingamu, dan apa yang diketahui oleh hati dengan penuh kesadaran.
2. Qatadah berkata: "Jangan kamu berkata: "Saya telah mendengar" padahal kamu belum mendengar, dan jangan berkata: "Saya telah melihat" padahal kamu belum melihat, dan jangan kamu berkata: "Saya telah mengetahui" padahal kamu belum mengetahui."
3. Pendapat lain mengatakan: "Yang dimaksud dengan larangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahui, ialah dengan pengetahuan yang benar, akan tetapi hanya dengan prasangka dan dugaan, seperti tersebut dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa." (Q.S. Al-Hujrat: 12)
Dan seperti tersebut dalam hadits:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
Jauhilah olehmu sekalian prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu adalah ucapan yang paling dusta. (Muttafaq ‘alaih)
4. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah: larangan kepada kaum musyrikin mengikut kepercayaan nenek moyang mereka, dengan bertaklid buta dan dengan mengikuti keinginan hawa nafsu seperti keadaan mereka mengikuti kepercayaan nenek moyang mereka terhadap berhala, dan memahami berhala itu dengan macam-macam nama, seperti tersebut dalam firman Allah:
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
"Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya." (QS. An-Najm: 23)

Kemudian di bagian akhir ayat ini,  Allah SWT menyebutkan alasan larangan tersebut, Allah berfirman : (إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا / Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya).   Yakni bahwa Allah akan bertanya kepada pendengaran, penglihatan dan hati apa yang dilakukan pemiliknya, apakah yang dikatakan oleh seseorang itu sesuai dengan apa yang di dengar, atau sesuai dengan yang ia lihat, atau sesuai dengan suara hatinya. Maka apabila yang dikatakan itu bersesuaian dengan pendengaran, penglihatan dan suara hatinya, selamatlah ia dari ancaman api neraka, dan dia akan menerima pahala dan keridhaan Allah. Tetapi apabila tidak sesuai, tentulah ia akan dimasukkan  ke dalam api neraka.
Allah SWT berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. An-Nur: 24)
Hadits yang diriwayatkan oleh Syakal bin Humaid ia berkata:


أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ ، عَلِّمْنِي تَعَوُّذًا أَتَعَوَّذُ بِهِ ، فَأَخَذَ بِيَدِي ثُمَّ قَالَ : " قُلْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي ، وَشَرِّ بَصَرِي ، وَشَرِّ لِسَانِي ، وَشَرِّ قَلْبِي ، وَشَرِّ مَنِيِّي " . (يُرِيْدُ الزِّنَا)
Saya mengunjungi Nabi saw, kemudian saya berkata: "Hai Nabi, ajarilah aku doa minta perlindungan yang akan aku baca untuk memohon perlindungan kepada Allah. Maka Nabi memegang tanganku seraya bersabda: "Katakanlah: "Aku berlindung kepadamu (Ya Allah) dari kejahatan telingaku,dari kejahatan mataku, dari kejahatan lidahku, dari kejahatan hatiku, dan darinkejahatan maniku (zina)". (HR. Nasa’i)
F.     PELAJARAN AYAT DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN INTELEKTUAL
1.      Seseorang tidak boleh mengikuti apa yang tidak diketahuinya.
2.      Setiap orang akan ditanya tentang apa saja yang dilakukan oleh pendengaran, penglihatan, dan hatinya. Maka pendengaran dan penglihatan akan ditanya tentang apa yang  ia dengar dan lihat, hati akan ditanya tentang apa ia pikirkan dan yakini. 
3.      Kaitannya dengan pendidikan intelektual adalah bahwa al-Qur’an sangat mengedepankan kebenaran intelektual, bukan sekedar dugaan atau prasangka belaka. Kebenaran intelektual adalah kebenaran yang didasarkan pada kebenaran pendengaran, penglihatan, dan  hati atau akal secara integral. Maka untuk mendapatkan kebenaran intelektual ini, diperlukan pendidikan intelektual

(والله أعلم بالصواب)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar