PENDIDIKAN
INTELEKTUAL
DALAM
PERSEPEKTIF TAFSIR QS. AL-ISRA’ : 36
(oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)
A.
TEKS AYAT
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
B.
TERJEMAH AYAT
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
C.
MAKNA MUFRODAT
وَلا تَقْفُ : janganlah kamu mengikuti
وَالْفُؤادَ : القلب : hati
كان عنه مسئولاً : akan
diminta pertanggungan jawabnya, yakni tentang satu persatu dari indera ini pada
hari kiamat.
D.
MUNASABAH AYAT
Setelah pada ayat sebelumnya (ayat 35-36) Allah
menyebutkan tiga perintah, maka pada ayat berikutnya Allah kembali menyebutkan larangan. Allah menyebutkan tiga larangan,
yang pertama adalah pada ayat 36 ini Allah menyebutkan satu larangan, yaitu
larangan mengikuti suatu perkataan atau perbuatan yang tidak kita ketahui.
E.
TAFSIR/PENJELASAN AYAT
Pada permulaan ayat 36
ini Allah SWT melarang kaum Muslimin mengikuti
perkataan ataupun perbuatan yang mereka tidak mengetahui kebenarannya (وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ / Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya). Larangan ini mencakup seluruh kegiatan
manusia itu sendiri dari perkataan dan perbuatan.
Untuk mendapat
keterangan lebih jauh dari kandungan ayat ini, perlulah dikemukakan
pendapat-pendapat dari kalangan mufassirin sebagai berikut:
1. Ibnu Abbas berkata:
"Jangan memberi kesaksian, kecuali apa yang telah engkau lihat dengan
kedua mata kepalamu, dan apa yang kau dengar dengan telingamu, dan apa yang
diketahui oleh hati dengan penuh kesadaran.
2. Qatadah berkata:
"Jangan kamu berkata: "Saya telah mendengar" padahal kamu belum
mendengar, dan jangan berkata: "Saya telah melihat" padahal kamu
belum melihat, dan jangan kamu berkata: "Saya telah mengetahui"
padahal kamu belum mengetahui."
3. Pendapat lain mengatakan: "Yang dimaksud dengan larangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahui, ialah dengan pengetahuan yang benar, akan tetapi hanya dengan prasangka dan dugaan, seperti tersebut dalam firman Allah:
3. Pendapat lain mengatakan: "Yang dimaksud dengan larangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahui, ialah dengan pengetahuan yang benar, akan tetapi hanya dengan prasangka dan dugaan, seperti tersebut dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
"Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa." (Q.S. Al-Hujrat: 12)
Dan seperti tersebut
dalam hadits:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
Jauhilah
olehmu sekalian prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu adalah ucapan yang
paling dusta. (Muttafaq
‘alaih)
4. Ada juga yang
berpendapat bahwa yang dimaksud ialah: larangan kepada kaum musyrikin mengikut
kepercayaan nenek moyang mereka, dengan bertaklid buta dan dengan mengikuti
keinginan hawa nafsu seperti keadaan mereka mengikuti kepercayaan nenek moyang
mereka terhadap berhala, dan memahami berhala itu dengan macam-macam nama,
seperti tersebut dalam firman Allah:
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ
وَآبَاؤُكُمْ
"Itu
tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu
mengada-adakannya." (QS.
An-Najm: 23)
Kemudian di bagian akhir ayat ini, Allah SWT
menyebutkan alasan larangan tersebut, Allah berfirman : (إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا / Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya). Yakni bahwa Allah akan bertanya kepada
pendengaran, penglihatan dan hati apa yang dilakukan pemiliknya, apakah yang
dikatakan oleh seseorang itu sesuai dengan apa yang di dengar, atau sesuai
dengan yang ia lihat, atau sesuai dengan suara hatinya. Maka apabila yang
dikatakan itu bersesuaian dengan pendengaran, penglihatan dan suara hatinya,
selamatlah ia dari ancaman api neraka, dan dia akan menerima pahala dan
keridhaan Allah. Tetapi apabila tidak sesuai, tentulah ia akan dimasukkan ke dalam api neraka.
Allah SWT berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
pada hari (ketika) lidah, tangan dan
kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
(QS.
An-Nur: 24)
Hadits yang diriwayatkan oleh Syakal bin Humaid ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ ، عَلِّمْنِي تَعَوُّذًا أَتَعَوَّذُ بِهِ ، فَأَخَذَ بِيَدِي ثُمَّ قَالَ : " قُلْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي ، وَشَرِّ بَصَرِي ، وَشَرِّ لِسَانِي ، وَشَرِّ قَلْبِي ، وَشَرِّ مَنِيِّي " . (يُرِيْدُ الزِّنَا)
Saya mengunjungi Nabi saw, kemudian
saya berkata: "Hai Nabi, ajarilah aku doa minta perlindungan yang akan aku
baca untuk memohon perlindungan kepada Allah. Maka Nabi memegang tanganku
seraya bersabda: "Katakanlah: "Aku berlindung kepadamu (Ya Allah)
dari kejahatan telingaku,dari kejahatan
mataku, dari kejahatan lidahku, dari
kejahatan hatiku, dan darinkejahatan
maniku (zina)". (HR. Nasa’i)
F.
PELAJARAN AYAT DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN INTELEKTUAL
1.
Seseorang tidak boleh mengikuti apa yang tidak
diketahuinya.
2.
Setiap orang akan ditanya tentang apa saja
yang dilakukan oleh pendengaran, penglihatan, dan hatinya. Maka pendengaran dan
penglihatan akan ditanya tentang apa yang
ia dengar dan lihat, hati akan ditanya tentang apa ia pikirkan dan
yakini.
3.
Kaitannya dengan pendidikan intelektual adalah
bahwa al-Qur’an sangat mengedepankan kebenaran intelektual, bukan sekedar
dugaan atau prasangka belaka. Kebenaran intelektual adalah kebenaran yang
didasarkan pada kebenaran pendengaran, penglihatan, dan hati atau akal secara integral. Maka untuk
mendapatkan kebenaran intelektual ini, diperlukan pendidikan intelektual
(والله أعلم بالصواب)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar