Senin, 28 Mei 2012

Syukur


SYUKUR
(Oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)

A.    Pengertian Syukur

Secara bahasa syukur berarti nampaknya pengaruh makanan secara menyolok pada tubuh binatang. Dikatakan : syakarat ad-dabbah, apabila pada binatang nampak pengaruh makanan yang diberikan.. daabatun syakur, apabila kegemukan itu nampak menyolok melebihi makanan yang diberikan.
Sedangkan menurut istilah, syukur adalah : ظهور أثر نعمة الله على لسان عبده ثناء واعترافا ، وعلى قلبه شهودا  ومحبة ، وعلى جوارحه انقيادا وطاعة /Nampaknya pengaruh nikmat Allah pada lisan hamba-Nya berupa pujian dan pengakuan, pada hatinya berupa kesaksian dan kecintaan, dan pada anggota tubuhnya berupa kepatuhan dan ketaatan.

B.     Keutamaan Syukur

1.      Bertambah nikmat (QS.14:7)
2.      Dijaga dari godaan setan (QS. 7:17)
3.      Dijaga dari azab (QS. 4:147; 54:34-35)

C.    Cara bersyukur

Cara besyukur mencakup tiga sisi, yaitu  dengan  hati, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Ketiga sisi syukur ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat  yang  diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati  mengantar  manusia  untuk menerima  anugerah  dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini  juga mengharuskan  yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian kepada-Nya.   Qarun   yang  mengingkari  keberhasilannya  atas bantuan  Ilahi,  dan   menegaskan   bahwa   itu   diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai
kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya  (Baca  kisahnya  dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).
Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi  karena  terbayang  olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain  yang  dapat  terjadi.  Dari sini syukur –seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip di atas– diartikan  oleh  orang yang  bersyukur  dengan  “untung”  (merasa  lega,  karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).
Dari kesadaran tentang makna-makna  di  atas,  seseorang  akan tersungkur  sujud  untuk   menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah.
Sujud syukur adalah perwujudan dari  kesyukuran  dengan  hati, yang  dilakukan  saat  hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah.  Bahkan  sujud  syukur  dapat
dilakukan   saat   melihat   penderitaan   orang  lain  dengan membandingkan keadaannya  dengan  keadaan  orang  yang  sujud. (Tentu  saja  sujud  tersebut  tidak  dilakukan  dihadapan  si
penderita itu).
Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua  anggota  sujud di  lantai  yakni  dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki)–seperti melakukan sujud dalam  shalat.
Hanya  saja  sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu  bukan  bagian dan  shalat,  maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu  dan  secara  spontanitas.  Namun  tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.
b. Syukur dengan lidah
Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Al-Quran,  seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar  pujian    kepada    Allah    disampaikan    dengan     redaksi “al-hamdulillah.” Hamd  (pujian)  disampaikan  secara  lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun
kepada yang lain.
Kata   “al”  pada  “al-hamdulillah”  oleh  pakar-pakar  bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti “keseluruhan”. Sehingga   kata   “al-hamdu”   yang   ditujukan  kepada  Allah
mengandung arti  bahwa  yang  paling  berhak  menerima  segala pujian  adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertujudan bermuara kepada-Nya.
Jika kita mengembalikan segala puji  kepada  Allah,  maka  itu berarti  pada  saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya,  maka  pujian  tersebut  pada  akhirnya   harus
dikembalikan  kepada Allah Swt., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada perbuatan  atau  ketetapan  Tuhan  yang  mungkin oleh kacamata manusia dinilai  “kurang  baik”,  maka  harus  disadari  bahwa penilaian  tersebut  adalah  akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti  ada sesuatu   yang  luput  dari  jangkauan  pandangannya  sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur  dengan  lidah adalah “al- hamdulillah” (segala puji bagi Allah).
c. Syukur dengan perbuatan
Nabi  Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang  tiada  taranya.  Kepada  mereka  sekeluarga Allah berpesan, Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS Saba [34]: 13).
Yang dimaksud dengan bekerja adalah  menggunakan  nikmat  yang diperoleh   itu   sesuai   dengan   tujuan   penciptaan   atau penganugerahannya.
Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar  merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh  lautan  yang  diciptakan  oleh Allah  Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan
penciptaannya melalui firman-Nya: Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar
kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).
Ayat  ini  menjelaskan  tujuan   penciptaan   laut,   sehingga mensyukuri  nikmat  laut,  menuntut  dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara  dan  hiasan  yang  lain,  serta menuntut   pula   untuk  menciptakan  kapal-kapal  yang  dapat mengarunginya, bahkan  aneka  pemanfaatan  yang  dicakup  oleh kalimat “mencari karunia-~Nya”. Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah, Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah
(nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)
Betapa anugerah  Tuhan  tidak  akan  bertambah,  kalau  setiap jengkal  tanah  yang  terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan  yang  tercurah  dan
langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
Di  sisi  lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa “Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri  nikmat  atau  menutupinya  tidak menampakkan  nikmatnya  yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya  siksa-Ku  amat pedih.”
Suatu  hal  yang  menarik  untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan  dengan  janji  yang  pasti  lagi tegas  dan  bersumber  dari-Nya  langsung  (QS Ibrahim [14):7)
Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa;  itu  pun tidak  ditegaskan  bahwa  ia  pasti  akan  menimpa  yang tidak bersyukur(QS Ibrahim [14]:7).
Siksa dimaksud antara  lain  adalah  rasa  lapar,  cemas,  dan takut. Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan
oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [16]: 112).
Pengalaman pahit yang  dilukiskan  Allah  ini,  telah  terjadi terhadap  sekian  banyak  masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba –satu suku bangsa yang hidup di Yaman  dan  yang  pernah dipimpin  oleh  seorang  Ratu  yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis Surat Saba (34): 15-19 menguraikan kisah mereka,  yakni satu  masyarakat  yang  terjalin  persatuan  dan  kesatuannya, melimpah  ruah  rezekinya  dan  subur  tanah  airnya.   Negeri merekalah   yang  dilukiskan  oleh  Al-Quran  dengan  baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah  yang  diperintah dalam   ayat-ayat  tersebut  untuk  bersyukur,  tetapi  mereka berpaling    dan    enggan    sehingga     akhirnya     mereka berserak-serakkan,    tanahnya    berubah   menjadi   gersang, komunikasi dan transportasi antar  kota-kotanya  yang  tadinya lancar  menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja.  Demikian  uraian  Al-Quran.  Dalam  konteks keadaan mereka, Allah berfirman, Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka
disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur(QS Saba [34]: 17).
Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer: Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku
amat pedih (QS Ibrahim [14]: 7).

D.    Cara Mendapatkan Syukur

1.      Banyak mengingat nikmat yang diberikan Allah. (QS. 2:231; 3:103; 5:7; 11:20; 33:9; 35:3).
2.      Mengingat keutamaan-keutamaan syukur.
3.      Mengingat akibat-akibat orang-orang yang mengingkari nikmat Allah. (QS. 14:28; 34:15-16; 16:112; 18:32-44)
4.      Berdo’a. (QS. 27:19; 46:15).
Hadits :
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Dari Muadz bin Jabal bahwa Rasulullah saw memegang tanganya sambil bersabda : ”Demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, demi Allah, sesungguhny aku mencintaimu”. Lalube;iau bersabda : “Aku memberikan wasiat kepadamuwahai Muadz, jangan sekali-kali kamu meninggalkan pada setiap selesai shalat untuk mengucapkan : Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-M, bersyukur kepada-M, dan beribadah kepada-Mu dengan baik”. (HR. Abu Daud, Nasa’I, dan Ahmad).



(والله أعلم بالصواب)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar