SYUKUR
(Oleh : H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA)
A. Pengertian Syukur
Secara bahasa syukur berarti nampaknya pengaruh
makanan secara menyolok pada tubuh binatang. Dikatakan : syakarat ad-dabbah,
apabila pada binatang nampak pengaruh makanan yang diberikan.. daabatun syakur,
apabila kegemukan itu nampak menyolok melebihi makanan yang diberikan.
Sedangkan menurut istilah, syukur adalah : ظهور أثر نعمة الله على لسان
عبده ثناء واعترافا ، وعلى قلبه شهودا
ومحبة ، وعلى جوارحه انقيادا وطاعة /Nampaknya pengaruh
nikmat Allah pada lisan hamba-Nya berupa pujian dan pengakuan, pada hatinya
berupa kesaksian dan kecintaan, dan pada anggota tubuhnya berupa kepatuhan dan
ketaatan.
B. Keutamaan Syukur
1.
Bertambah nikmat (QS.14:7)
2.
Dijaga dari godaan setan (QS. 7:17)
3.
Dijaga dari azab (QS. 4:147; 54:34-35)
C. Cara bersyukur
Cara
besyukur mencakup tiga sisi, yaitu dengan hati, lidah, dan anggota
tubuh lainnya. Ketiga sisi syukur ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Syukur dengan hati
Syukur
dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang
diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan
hati mengantar manusia untuk menerima anugerah
dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat
tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari
betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya
pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari
keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan
bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya,
dinilai oleh Al-Quran sebagai
kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).
kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).
Seorang
yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat
memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena
terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari
kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur
–seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip
di atas– diartikan oleh orang yang bersyukur
dengan “untung” (merasa lega, karena yang dialami lebih
ringan dari yang dapat terjadi).
Dari
kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan
tersungkur sujud untuk
menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah.
Sujud
syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati,
yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar
nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur
dapat
dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si
penderita itu).
dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si
penderita itu).
Sujud
syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di
lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua
ujung jari kaki)–seperti melakukan sujud dalam shalat.
Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu bukan bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.
Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu bukan bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.
b.
Syukur dengan lidah
Syukur
dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah
sambil memuji-Nya. Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas,
mengajarkan agar
pujian kepada
Allah disampaikan dengan
redaksi “al-hamdulillah.” Hamd (pujian) disampaikan
secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik
kepada si pemuji maupun
kepada yang lain.
kepada yang lain.
Kata
“al” pada “al-hamdulillah” oleh pakar-pakar
bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti “keseluruhan”.
Sehingga kata “al-hamdu” yang
ditujukan kepada Allah
mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertujudan bermuara kepada-Nya.
mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertujudan bermuara kepada-Nya.
Jika
kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu
berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau
kecantikannya, maka pujian tersebut pada
akhirnya harus
dikembalikan kepada Allah Swt., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai “kurang baik”, maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah “al- hamdulillah” (segala puji bagi Allah).
dikembalikan kepada Allah Swt., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai “kurang baik”, maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah “al- hamdulillah” (segala puji bagi Allah).
c.
Syukur dengan perbuatan
Nabi
Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat
yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga
Allah berpesan, Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS Saba
[34]: 13).
Yang
dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang
diperoleh itu sesuai dengan
tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
Ini
berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar
merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah
sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah
Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan
penciptaannya melalui firman-Nya: Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar
kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).
penciptaannya melalui firman-Nya: Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar
kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).
Ayat
ini menjelaskan tujuan penciptaan
laut, sehingga mensyukuri nikmat laut,
menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara
dan hiasan yang lain, serta menuntut
pula untuk menciptakan kapal-kapal yang
dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang
dicakup oleh kalimat “mencari karunia-~Nya”. Dalam konteks inilah
terutama realisasi dan janji Allah, Apabila kamu bersyukur maka pasti akan
Kutambah
(nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)
(nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)
Betapa
anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau
setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan
angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah
dan
langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
Di
sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa “Kalau kamu kufur
(tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak
menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar
laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”
Suatu
hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah
kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti
lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS
Ibrahim [14):7)
Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur(QS Ibrahim [14]:7).
Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur(QS Ibrahim [14]:7).
Siksa
dimaksud antara lain adalah rasa lapar,
cemas, dan takut. Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan
oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [16]: 112).
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan
oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [16]: 112).
Pengalaman
pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi
terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum
Saba –satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah
dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu
Ratu Balqis Surat Saba (34): 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni
satu masyarakat yang terjalin persatuan dan
kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur
tanah airnya. Negeri merekalah yang
dilukiskan oleh Al-Quran dengan baldatun thayyibatun wa
Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam
ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka
berpaling dan enggan
sehingga akhirnya mereka
berserak-serakkan, tanahnya berubah
menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar
kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang
tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja. Demikian
uraian Al-Quran. Dalam konteks keadaan mereka, Allah
berfirman, Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka
disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur(QS Saba [34]: 17).
disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur(QS Saba [34]: 17).
Itulah
sebagian makna firman Allah yang sangat populer: Jika kamu bersyukur pasti akan
Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku
amat pedih (QS Ibrahim [14]: 7).
amat pedih (QS Ibrahim [14]: 7).
D.
Cara Mendapatkan
Syukur
1. Banyak mengingat nikmat yang diberikan Allah. (QS. 2:231; 3:103;
5:7; 11:20; 33:9; 35:3).
2. Mengingat keutamaan-keutamaan syukur.
3. Mengingat akibat-akibat orang-orang yang mengingkari nikmat
Allah. (QS. 14:28; 34:15-16; 16:112; 18:32-44)
4. Berdo’a. (QS. 27:19; 46:15).
Hadits
:
عَنْ
مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي
لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا
تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ
وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Dari
Muadz bin Jabal bahwa Rasulullah saw memegang tanganya sambil bersabda : ”Demi
Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, demi Allah, sesungguhny aku mencintaimu”.
Lalube;iau bersabda : “Aku memberikan wasiat kepadamuwahai Muadz, jangan
sekali-kali kamu meninggalkan pada setiap selesai shalat untuk mengucapkan : Ya
Allah, tolonglah aku untuk mengingat-M, bersyukur kepada-M, dan beribadah
kepada-Mu dengan baik”. (HR. Abu Daud, Nasa’I, dan Ahmad).
(والله أعلم بالصواب)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar