Rabu, 23 Mei 2012

Taubat

 TAUBAT



Arti Taubat

Menurut bahasa Arab  At-taubah (التوبة) berarti ar-rujuu’ (الرجوع) (kembali), sedangkan  menurut istilah  taubat adalah kembali dari kondisi jauh dari Allah swt menuju kedekatan kepada-Nya. Atau : pengakuan atas dosa, penyesalan, berhenti, dan tekad untuk tidak mengulanginya kembali di masa datang.
Mengapa kita harus bertaubat?
1.      Karena manusia pasti berdosa.
2.      Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Sang Kekasih (Allah swt), maka lari dari hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
3.      Karena dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti segera menjauh darinya.
4.      Jika ada manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukannya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah, pastilah  ia tidak akan mampu memberikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.
5.      Karena Allah swt dan Rasul-Nya memerintahkan kita bertaubat.
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (QS. At-Tahrim :8)

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur :31)

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (QS. Hud :3)

Rasulullah saw bersabda :
(( يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، تُوبُوا إِلى اللهِ واسْتَغْفِرُوهُ ، فإنِّي أتُوبُ في اليَومِ مئةَ مَرَّةٍ )) رواه مسلم .
Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya, karena sesungguhnya aku bertaubat seratus kali dalam satu hari”. (HR. Muslim)
6.      Karena Allah mencintai orang yang bertaubat. Friman Allah :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah : 222)
7.      Karena Rasulullah saw senantiasa bertaubat padahal beliau seorang nabi yang ma’shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda :
(( والله إنِّي لأَسْتَغْفِرُ الله وأَتُوبُ إِلَيْه في اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً )) رواه البخاري .
“Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Muslim di atas beliau beristighfar seratus kali dalam sehari.

Syarat-syarat taubat

1.      Penyesalan dari dosa karena Allah.
2.      Berhenti melakukannya.
3.      Bertekad untuk tidak mengulanginya di masa datang.
4.      Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum matahari terbit dari barat (hari kiamat).
5.      Jika dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu: melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaannya, atau memperbanyak amal kebaikan.


Macam-Macam Dosa

Berbicara tentang taubat dan istighfar (mohon ampun) tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang dosa, sebab istighfar adalah permohonan ampun kepada Allah dari dosa-dosa yang telah dilakukan. Lalu istighfar ini diiringi dengan taubat, yang pada hakikatnya adalah bentuk penyesalan terhadap dosa yang telah dilakukan yang diiringi dengan penghentian melakukan dosa dan bertekad untuk tidak melakukannya.
Dalam bahasa Indonesia, dosa adalah kata  yang sering disamakan  dengan dzanb dan itsm. Dzanb sendiri bisa berarti mengikuti, bisa berarti menghukum, tetapi bisa juga berarti melakukan kesalahan (dosa). Sedangkan itsm berarti berbuat kesalahan. Sedangkan dalam bahasa indonesia, kata dosa biasa diartikan balasan buruk yang akan diterima sebagai akibat dari kesalahan.
Dosa bermacam-macam, namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua : dosa besar dan dosa kecil. Pembagian dosa menjadi dua kelompok ini didasari oleh firman Allah :
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. an-Nisa’:31).
Para ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikan dosa besar. Pendapat yang paling kuat tentang pengertian dosa besar adalah segala perbuatan yang pelakunya diancam dengan api neraka, laknat atau murka Allah di akhirat atau mendapatkan hukuman had di dunia. Sebagian ulama menambahkan perbuatan yang nabi meniadakan iman dari pelakunya, atau nabi mengataan ‘bukan golongan kami’ atau nabi berlepas diri dari pelakunya.
Sebagai contoh, yang termasuk dosa besar adalah Nabi saw bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
Bukan golongan kami orang yang menampar pipi (saat berduka cita), mengoyak pakaian, dan meratap dengan ratapan jahiliyah” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa ratapan kematian yang berlebihan hingga menyakiti diri sendiri, merusak pakaian dan menjerit-jerit mengakibatkan dosa besar.
Di antara contoh dosa besar lainnya adalah mencuri dan berzina. Karena mencuri memiliki hukuman had di dunia yaitu potong tangan maka muncuri adalah dosa besar. Zina juga memiliki hukuman had di dunia. Membunuh juga dosa besar.
Orang yang memakan harta anak yatim mendapat ancaman neraka, maka perbuatan ini hukumnya dosa besar. Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
 “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. an-Nisa’:10).
Dalam ayat ini ada ancaman neraka bagi orang yang memakan harta anak yatim sehingga perbuatan ini hukumnya dosa besar.
Sedangkan dosa kecil adalah segala perbuatan yang pelakunya tidak diancam dengan hukuman had di dunia dan api neraka, laknat atau murka Allah di akhirat.
Yang menyebabkan dosa kecil menjadi besar
Besarnya  dosa di mata Allah tidak hanya  disebabkan  dosa tersebut termasuk kategori dosa besar, tetapi dosa kecilpun bisa menjadi dosa besar jika pelakunya mempunyai sikap atau melakukan salah satu di bawah ini :
1.      Jika dilakukan terus menerus.
Dosa besar yang hanya dilakukan sekali lebih bisa diharapkan pengampunannya dari pada dosa kecil yang dilakukan terus menerus. Firman Allah :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(QS. Ali Imran : 135)
2.      Jika seorang hamba meremehkannya.
Setiap kali seorang hamba menganggap besar sebuah dosa niscaya akan kecil di sisi Allah, dan setiap kali ia menganggap remeh sebuah dosa niscaya akan menjadi besar di sisiNya.
Abdullah bin Mas’ud ra berkata : “Seorang mukmin memandang dosanya bagaikan gunung yang akan runtuh menimpa dirinya, sedangkan seorang pendosa menganggap dosanya seperti seekor lalat yang menclok di hidungnya, cukup diusir dengan tangannya.” (Bukhari-Muslim).
Bilal bin Sa’ad rahimahullah berkata : “Jangan kamu memandang kecilnya dosa, tapi lihatlah keagungan Zat yang kamu durhakai itu.”
3.      Jika dilakukan dengan bangga atau minta dipuji, seperti seseorang yang mengatakan : “Lihat, bagaimana hebatnya saya mempermalukan orang itu di dep an umum!?” Atau seperti ucapan seorang pedagang : “Lihat, bagaimana saya bisa menipu pembeli itu!?”
4.      Jika dilakukan dengan mengekspos dosa.  Mengekspos dosa di sini bisa berarti melakukan dosa dengan terang–terangan atau menceritakan/membongkar dosa yang telah dilakukan yang sebenarnya telah ditutup atau dirahasiakan oleh Allah kepada orang lain tanpa rasa malu sedikitpun. Rasulullah saw bersabda : “Setiap ummatku selamat kecuali orang-orang yang terang-terangan berlaku dosa. Dan di antara perbuatan terang-terangan melakukan dosa ialah jika seseorang berdosa di malam hari sementara Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi hari ia merobek tirai penutup itu sambil berkata : “Hai Fulan, semalam aku melakukan ini dan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
5.      Jika yang melakukannya seorang alim yang menjadi panutan. Karena apa yang ia lakukan dicontoh oleh orang lain. Ketika ia melakukan dosa, maka ia juga mendapatkan dosa orang yang mencontohnya. Rasulullah bersabda : “…dan barang siapa memberi contoh keburukan dalam Islam maka baginya dosa perbuatan itu dan juga dosa orang yang mencontohnya setelah itu tanpa dikurangi sedikitpun dosa itu dari pelakunya.” (HR. Muslim).

Contoh-contoh orang-orang yang bertaubat

Di dalam kitab Riyadh ash-Shalihin bab at-taubah disebutkkan beberapa kisah tentang orang-orang yang bertaubat, di antaranya :

1.      Kisah pembunuh seratus orang yang bertaubat :

Dari Abu Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiullah s.a.w.
bersabda: "Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu telah membunuh sembilanpuluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, ialu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. lapun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilanpuluh Sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat." Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi itu. Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masi'h diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk."
Orang itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian. Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan - yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahwasanya orang ini samasekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun." Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya - untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya - maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahwa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih dekat
sejauh sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu - yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan penduduknya."
Dalam riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan
kepada tanah yang ini - tempat asalnya - supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini- tempat yang hendak dituju - supaya engkau mendekat - maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahwa kepada yang ini –dituju - adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknva. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Orang tersebut bergerak - amat susah payah kerana hendak mati - dengan dadanya ke arah tempat yang dituju itu."

2.      Kisah wanita berzina yang bertaubat :

Dari Abu Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim) yaitu lmran bin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabiullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan - kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya." Wali tersebut melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir - lalu beliau s.a.w. memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya beliau s.a.w. menyembahyangi jenazahnya. Umar berkata pada beliau: "Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah
'Azzawajalla." (Riwayat Muslim)

Jangan menunda-nunda taubat.

Bersegera bertaubat hanya dilakukan oleh mereka yang berakal sehat. Orang-orang yang menunda taubat ibarat seseorang yang ingin mencabut pohon yang mengganggu, namun karena merasa sulit mencabutnya ia menundanya hingga esok atau lusa, atau minggu depan, atau … tanpa ia sadari bahwa semakin hari akar pohon itu makin menghunjam di tanah, sedangkan ia semakin tua dan lemah.
Jangan menunda-nunda taubat karena mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt. Orang seperti itu ibarat seorang laki-laki yang menghabiskan seluruh hartanya dengan sia-sia dan meninggalkan keluarganya dalam kefakiran, lalu ia mengharapkan harta karun datang kepadanya tanpa bekerja. Mungkin harta karun itu ada, tapi orang ini jelas kurang sehat akalnya.
Mengapa kita dapat berpikir logis dalam masalah keduniaan namun tidak demikian dalam urusan akhirat?

(والله أعلم)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar