TAUBAT
Arti
Taubat
Menurut
bahasa Arab At-taubah (التوبة) berarti ar-rujuu’
(الرجوع) (kembali),
sedangkan menurut istilah taubat adalah kembali dari kondisi jauh dari
Allah swt menuju kedekatan kepada-Nya. Atau : pengakuan atas dosa, penyesalan,
berhenti, dan tekad untuk tidak mengulanginya kembali di masa datang.
Mengapa
kita harus bertaubat?
1.
Karena
manusia pasti berdosa.
2.
Karena
dosa adalah penghalang antara kita dan Sang Kekasih (Allah swt), maka lari dari
hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
3.
Karena
dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat
pasti segera menjauh darinya.
4.
Jika ada
manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk
melakukannya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan melakukan dosa,
pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah
lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak
akan mampu memberikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah kekurangan yang
harus ditutupi dengan taubat.
5.
Karena Allah swt dan Rasul-Nya memerintahkan kita bertaubat.
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya (QS. At-Tahrim :8)
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada
Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur :31)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (QS. Hud :3)
Rasulullah saw bersabda :
(( يَا
أَيُّهَا النَّاسُ ، تُوبُوا إِلى اللهِ واسْتَغْفِرُوهُ ، فإنِّي أتُوبُ في اليَومِ
مئةَ مَرَّةٍ )) رواه مسلم .
“Wahai manusia,
bertaubatlah kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya, karena sesungguhnya aku
bertaubat seratus kali dalam satu hari”. (HR. Muslim)
6.
Karena Allah mencintai orang yang bertaubat. Friman Allah :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah : 222)
7.
Karena Rasulullah saw senantiasa bertaubat padahal beliau
seorang nabi yang ma’shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda :
(( والله إنِّي لأَسْتَغْفِرُ الله وأَتُوبُ إِلَيْه
في اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً )) رواه البخاري .
“Demi
Allah, sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari
lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Muslim di atas beliau beristighfar
seratus kali dalam sehari.
Syarat-syarat
taubat
1.
Penyesalan
dari dosa karena Allah.
2.
Berhenti
melakukannya.
3.
Bertekad
untuk tidak mengulanginya di masa datang.
4.
Dilakukan
sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum
matahari terbit dari barat (hari kiamat).
5.
Jika
dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu: melunasi
hak orang tersebut, atau meminta kerelaannya, atau memperbanyak amal kebaikan.
Macam-Macam Dosa
Berbicara tentang taubat dan istighfar (mohon ampun) tidak bisa
lepas dari pembicaraan tentang dosa, sebab istighfar adalah permohonan
ampun kepada Allah dari dosa-dosa yang telah dilakukan. Lalu istighfar
ini diiringi dengan taubat, yang pada hakikatnya adalah bentuk penyesalan
terhadap dosa yang telah dilakukan yang diiringi dengan penghentian melakukan
dosa dan bertekad untuk tidak melakukannya.
Dalam bahasa Indonesia, dosa adalah
kata yang sering disamakan dengan dzanb dan itsm. Dzanb
sendiri bisa berarti mengikuti, bisa berarti menghukum, tetapi bisa juga
berarti melakukan kesalahan (dosa). Sedangkan itsm berarti berbuat
kesalahan. Sedangkan dalam bahasa indonesia, kata dosa biasa diartikan balasan
buruk yang akan diterima sebagai akibat dari kesalahan.
Dosa bermacam-macam, namun secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua : dosa
besar dan dosa kecil. Pembagian dosa menjadi dua kelompok ini didasari
oleh firman Allah :
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di
antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia (surga)” (QS. an-Nisa’:31).
Para ulama’ berbeda-beda dalam
mendefinisikan dosa besar. Pendapat yang paling kuat tentang pengertian dosa
besar adalah segala perbuatan yang pelakunya diancam dengan api neraka, laknat
atau murka Allah di akhirat atau mendapatkan hukuman had di dunia.
Sebagian ulama menambahkan perbuatan yang nabi meniadakan iman dari pelakunya,
atau nabi mengataan ‘bukan golongan kami’ atau nabi berlepas diri dari
pelakunya.
Sebagai contoh, yang termasuk dosa besar
adalah Nabi saw bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ
ضَرَبَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
Bukan golongan kami orang yang menampar
pipi (saat berduka cita), mengoyak pakaian, dan meratap dengan ratapan
jahiliyah” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa ratapan
kematian yang berlebihan hingga menyakiti diri sendiri, merusak pakaian dan
menjerit-jerit mengakibatkan dosa besar.
Di antara contoh dosa besar lainnya
adalah mencuri dan berzina. Karena mencuri memiliki hukuman had di dunia yaitu
potong tangan maka muncuri adalah dosa besar. Zina juga memiliki hukuman had di
dunia. Membunuh juga dosa besar.
Orang yang memakan harta anak yatim mendapat
ancaman neraka, maka perbuatan ini hukumnya dosa besar. Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا
يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)” (QS. an-Nisa’:10).
Dalam ayat ini ada ancaman neraka bagi
orang yang memakan harta anak yatim sehingga perbuatan ini hukumnya dosa besar.
Sedangkan dosa kecil adalah segala
perbuatan yang pelakunya tidak diancam dengan hukuman had di dunia dan
api neraka, laknat atau murka Allah di akhirat.
Yang menyebabkan dosa
kecil menjadi besar
Besarnya dosa di mata Allah tidak hanya
disebabkan dosa tersebut termasuk kategori dosa besar,
tetapi dosa kecilpun bisa menjadi dosa besar jika pelakunya mempunyai sikap
atau melakukan salah satu di bawah ini :
1.
Jika dilakukan terus menerus.
Dosa besar yang hanya dilakukan
sekali lebih bisa diharapkan pengampunannya dari pada dosa kecil yang dilakukan
terus menerus. Firman Allah :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا
اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ
وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(QS. Ali Imran : 135)
2.
Jika seorang hamba meremehkannya.
Setiap kali seorang hamba
menganggap besar sebuah dosa niscaya akan kecil di sisi Allah, dan setiap kali
ia menganggap remeh sebuah dosa niscaya akan menjadi besar di sisiNya.
Abdullah bin Mas’ud ra
berkata : “Seorang mukmin memandang dosanya bagaikan gunung yang akan runtuh
menimpa dirinya, sedangkan seorang pendosa menganggap dosanya seperti seekor
lalat yang menclok di hidungnya, cukup diusir dengan tangannya.”
(Bukhari-Muslim).
Bilal bin Sa’ad
rahimahullah berkata : “Jangan kamu memandang kecilnya dosa, tapi lihatlah
keagungan Zat yang kamu durhakai itu.”
3.
Jika dilakukan dengan bangga atau minta dipuji, seperti
seseorang yang mengatakan : “Lihat, bagaimana hebatnya saya mempermalukan orang
itu di dep an umum!?” Atau seperti ucapan seorang pedagang : “Lihat, bagaimana
saya bisa menipu pembeli itu!?”
4.
Jika dilakukan dengan mengekspos dosa. Mengekspos
dosa
di sini bisa berarti melakukan dosa dengan terang–terangan atau
menceritakan/membongkar dosa yang telah dilakukan yang sebenarnya telah ditutup
atau dirahasiakan oleh Allah kepada orang lain tanpa rasa malu sedikitpun. Rasulullah saw bersabda :
“Setiap ummatku selamat kecuali orang-orang yang terang-terangan berlaku dosa.
Dan di antara perbuatan terang-terangan melakukan dosa ialah jika seseorang
berdosa di malam hari sementara Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi hari
ia merobek tirai penutup itu sambil berkata : “Hai Fulan, semalam aku melakukan
ini dan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
5.
Jika yang melakukannya seorang alim yang menjadi panutan.
Karena apa yang ia lakukan dicontoh oleh orang lain. Ketika ia melakukan dosa,
maka ia juga mendapatkan dosa orang yang mencontohnya. Rasulullah bersabda :
“…dan barang siapa memberi contoh keburukan dalam Islam maka baginya dosa
perbuatan itu dan juga dosa orang yang mencontohnya setelah itu tanpa dikurangi
sedikitpun dosa itu dari pelakunya.” (HR. Muslim).
Contoh-contoh orang-orang yang bertaubat
Di dalam kitab Riyadh
ash-Shalihin bab at-taubah disebutkkan beberapa kisah tentang orang-orang yang
bertaubat, di antaranya :
1. Kisah pembunuh seratus
orang yang bertaubat :
Dari Abu
Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiullah s.a.w.
bersabda: "Ada seorang lelaki dari golongan ummat
yang sebelummu telah membunuh sembilanpuluh
sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, ialu ia ditunjukkan pada seorang
pendeta. lapun mendatanginya dan selanjutnya
berkata bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilanpuluh Sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat.
Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat." Kemudian
pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi
itu. Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang
teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia
telah membunuh seratus manusia, apakah
masi'h diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat.
Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan
taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini,
sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah
itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah
engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang
buruk."
Orang
itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba
ia didatangi oleh kematian. Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan
diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan - yakni yang bertugas
memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan
berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan
hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahwasanya orang
ini samasekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun." Selanjutnya
ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu
ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni
dijadikan hakim pemutusnya - untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: "Ukurlah
olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka
orang ini adalah untuknya - maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang
dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan
dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat
siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahwa orang
tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju
untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat
kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)
Dalam
sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih
dekat
sejauh
sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu - yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan
penduduknya."
Dalam
riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan
kepada
tanah yang ini - tempat asalnya - supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang
ini- tempat yang hendak dituju - supaya engkau mendekat - maksudnya supaya
tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan
menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut
sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu
mendapatkannya bahwa kepada yang ini –dituju - adalah lebih dekat sejauh
sejengkal saja jaraknva. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Orang
tersebut bergerak - amat susah payah kerana
hendak mati - dengan dadanya ke arah tempat yang dituju itu."
2. Kisah wanita berzina yang
bertaubat :
Dari Abu Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim)
yaitu lmran bin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang
wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam
keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya
telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan
had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabiullah s.a.w.
lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda:
"Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan - kandungannya, maka datanglah
padaku dengan membawanya." Wali tersebut
melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir - lalu beliau s.a.w. memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu
diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah.
Selanjutnya beliau s.a.w. menyembahyangi jenazahnya. Umar berkata pada beliau: "Apakah Tuan
menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan
ia telah berzina?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ia telah bertaubat
benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada
tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih
mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata
kerana mencari keridhaan Allah
'Azzawajalla."
(Riwayat Muslim)
Jangan menunda-nunda
taubat.
Bersegera bertaubat hanya
dilakukan oleh mereka yang berakal sehat. Orang-orang yang menunda taubat
ibarat seseorang yang ingin mencabut pohon yang mengganggu, namun karena merasa
sulit mencabutnya ia menundanya hingga esok atau lusa, atau minggu depan, atau
… tanpa ia sadari bahwa semakin hari akar pohon itu makin menghunjam di tanah,
sedangkan ia semakin tua dan lemah.
Jangan menunda-nunda
taubat karena mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt. Orang seperti itu
ibarat seorang laki-laki yang menghabiskan seluruh hartanya dengan sia-sia dan
meninggalkan keluarganya dalam kefakiran, lalu ia mengharapkan harta karun
datang kepadanya tanpa bekerja. Mungkin harta karun itu ada, tapi orang ini
jelas kurang sehat akalnya.
Mengapa kita dapat
berpikir logis dalam masalah keduniaan namun tidak demikian dalam urusan
akhirat?
(والله أعلم)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar